Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Phytagoras; Bukan Sekedar Rumus!

doc. internet
Oleh: Ari Tri Budi Yansyah*

Membincang Yunani Kuno yang terlintas pertama kali dalam benakku adalah filsafatnya. Hampir seluruh dunia mengakui bahwa filsafat Yunani menjadi landasan peradaban-peradaban yang terbentuk hingga kini. Namun, mengapa filsafat mereka seakan-akan mulai ditinggalkan oleh para pemuda penerus bangsa ini. Tak hanya itu, para guru dan para dosen pun arang yang mengetahui terkait filsafat abad Yunani Kuno ini.

            Filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan. Namun seperti yang kita tahu, realitasnya generasi kita hanya mampu mengonsumsi sedikit dari permukaan-permukaan filsafat tanpa mengerti esensi dari ilmu filsafat sendiri. Misalnya, ilmu Matematika, Fisika, Biologi dan Kimia yang kemudian kita kenal dengan sebutan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu alam ini kemudian lebih dikerucutkan hanya pada metode hitung-menghitung saja, generasi muda hanya diajarkan bagaimana menyelesaikan sebuah soal dengan menggunakan rumus-rumus perhitungan yang seolah sudah mutlak. Disini, saya menilai bahwa ilmu alam yang sudah dikerucutkan itu adalah sebuah ilmu pragmatis karena generasi kita tidak dijelaskan bagaimana bisa rumus itu muncul, yang kita ketahui hanya “ya begitu rumusnya,”.

            Padahal, jika kita telisik lebih dalam mengenai para filsuf. Saya ambil contoh Phytagoras, beliau adalah seorang ilmuwan bukan hanya sebatas rumus untuk menghitung seperti yang kita kenal di setiap jam pelajaran matematika. Phytagoras memang dikenal sebagai bapak bilangan. Saya mengajak para pembaca untuk membayangkan, andai saja semua lulusan Fakultas Sains dan Teknologi (SAINTEK) seluruh Universitas yang ada di Indonesia tidak hanya menguasai rumus-rumus yang dilahirkan oleh para Ilmuwan, tetapi juga memahami bahkan menguasai jalan pikiran para filsuf kita. Tentunya, ilmuwan-ilmuwan yang memahami hakikat hidup akan dilahirkan di Indonesia. Sehingga dalam melakukan sebuah penelitian dan penemuan mereka juga akan memperhatikan ekuilibrium pada setiap elemen, baik elemen alam, daya manusia, profit keuntungan dan kerugian yang sudah matang dipikirkan.

            Tidak hanya memperkenalkan Phytagoras secara sepintas, Saya akan mengajak para pembaca mengenal lebih jauh mengenai salah satu tokoh matematika yang rumusnya selalu kita gunakan sejak di bangku Sekolah Dasar hingga jenjang Mahasiswa ini. Phytagoras lahir  pada tahun 570 SM di Pulau Samos, daerah Ionia. Dalam sejarah Yunani Kuno, Phytagoras adalah pribadi yang sangat tekun dalam perjalanannya menuntut ilmu, ia bahkan kerap berkelana ke sudut-sudut dunia demi memperdalam pengetahuan yang ia miliki. Misalnya, Mesir, India, Cina dan masih banyak lagi tentunya. Tujuannya tak lain adalah untuk berguru. Phytagoras pun pernah ditolak untuk dijadikan murid oleh salah satu gurunya, alasannya pun mengejutkan karena Phytagoras dinilai sudah sangat cerdas.

            Phytagoras tidak hanya memperdalam ilmu matematika, tetapi ia pernah belajar pula ilmu misteri di Thebe, ilmu astronomi di Caldei, dan ilmu terkait ritus-ritus mistik pada para Magi dan dalam pertemuannya dengan Zarathustra ia belajar perlawanan. Konon katanya, Phytagoraslah orang pertama yang mencetuskan istilah filsafat. Ceritanya berawal ketika Phytagoras ditanya oleh muridnya, apakah ia adalah orang yang bijaksana? Phytagoras hanya menjawab “Aku hanyalah orang yang mencintai kebijaksanaan”. Dalam bahasa Yunani, cinta kebijaksaan berarti Filhos Shophos.

            Salah satu ajaran Phytagoras yang paling terkenal ialah segala sesuatu berasal dari bilangan, ia percaya bahwa angka bukanlah unsur alam seperti halnya udara dan air. Ia percaya bahwa segala hal di dunia berhubungan dengan matematika. Jika semua berasal dari angka, maka semua hal dapat dihitung dan diukur. Dengan angka, sebuah harmoni akan terbentuk dan seimbang karena tanpa adanya harmoni alam semesta tak akan terbentuk.

            Dari tulisan ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwasanya tanpa adanya angka, dunia tidak akan bisa seimbang. Dari tulisan ini pula diharapkan sahabat/i dapat memperoleh motivasi sekaligus menumbuhkan benih-benih semangat mendobrak pemikiran pragmatis kita mengenai ilmu alam yang kita ketahui. Harus kita sadari pula, negeri kita, Indonesia membutuhkan para pemuda-pemudi yang dapat membawa perubahan (agent of changed) yang peka terhadap perubahan global baik segi nasional maupun internasional dengan tetap menjaga ekuilibrium bagi setiap elemennya. 

*Penulis adalah Koordinator Divisi Penerbitan, Biro Pers dan Wacana
Rayon Sains dan Teknologi Masa Juang 2016-2017

Posting Komentar

2 Komentar