Oleh Adi Setiawan
Setiap Anak Pasti Ingin Lebih Sukses Dari Orang
Tuanya
Apakah
kalian pernah melihat anak seorang petani menjadi tentara? Apakah kalian pernah
melihat anak seorang kuli bangunan sukses menjadi dokter? Atau pernahkan kalian
pernah melihat anak seorang pemulung berhasil menjadi sarjana pertama di
keluarganya? Saya rasa kejadian seperti ini sudah terjadi beberapa kali di
Indonesia. Saya tidak bermaksud merendahkan profesi seseorang, namun yang perlu
digarisbawahi adalah bagaimana tekad sang anak untuk berjuang memperoleh
kehidupan yang lebih baik dari orang tuanya. Hal ini terjadi karena ia memiliki
kesadaran bahwa setiap anak tidak bisa memilih siapa orang tuanya, namun ia
dapat memilih apa saja yang bisa dia perbuat untuk masa depannya.
Saya
rasa mindset seperti ini datang dari naluri alami seorang anak, setiap anak
pasti ingin lebih sukses dari orang tuanya. Jika kita merelevansikan cerita ini
dalam ranah PMII Rayon Saintek UIN Walisongo Semarang, maka kita bisa menyebut
bahwa setiap kader ingin lebih baik dari seniornya. Mari kita refleksikan
bersama, PMII Rayon Saintek akan segera berusia 10 tahun dalam beberapa bulan
ke depan. Jika berbicara kuantitas, maka keluarga besar PMII Raysa berjumlah
ribuan, namun apakah kualitasnya sejalan dengan hal tersebut? Kita memang tidak
bisa menilai kualitas secara eksplisit, namun kita dapat memandang ini dari
sudut pandang yang lebih luas.
Becak di Jalan
Tol
Dunia berubah dengan sangat cepat,
pergerakan dunia dalam beberapa tahun dapat menghasilkan hal baru yang luar
biasa. 10 tahun yang lalu, akses internet hanya umum didapat dari warnet, kita
harus menyewa komputer untuk sekedar menonton youtube, namun di zaman sekarang,
hanya bermodalkan HP dan wifi kita dapat menonton youtube dimanapun dan
kapanpun. Kalau kita terus mengandalkan warnet, maka kita akan tertinggal jauh
dari yang lain. Mari kita ambil contoh lain, yaitu becak. Becak adalah salah
satu alat transportasi tradisional yang populer di zaman dulu. Hampir semua
orang biasa menaiki becak karena motor masih jarang digunakan. Namun di zaman
sekarang, becak sudah sangat ketinggalan zaman, hampir setiap orang memiliki
motor pribadi, bahkan jika tidak memiliki, maka tersedia banyak ojek online
yang siap kapan saja dibutuhkan. Perkembangan infrastruktur juga berkembang,
jalan yang dulunya hanya setapak, kini ada banyak hingga pembagunan jalan tol
mempermudah transportasi. Coba kita pikirkan, apakah becak cocok untuk melewati
jalan tol? Tentu TIDAK. Becak mungkin dulu banyak digunakan, namun sekarang era
modern, semua serba canggih dan cepat sehingga orang yang bisa beradaptasilah
yang bisa bertahan.
Mari kita refleksikan hal ini
dengan PMII Rayon Saintek, kesalahan fundamental yang terus kita lakukan adalah
menggunakan ‘Becak di Jalan Tol’. Sistem yang dulu dianggap relevan akan terus
dijalankan hingga saat ini padahal zaman sudah berubah. Orang lain ketika lewat
jalan tol sudah menggunakan mobil listrik tapi kita masih menggunakan becak.
Becak itu bagus, namun kalah cepat dengan mobil listrik. Sadar ataupun tidak,
PMII Rayon Saintek terus menggunakan becak hingga sekarang. Kaderisasi yang
hanya fokus pada kuantitas namun melupakan pengembangan diri kader adalah
contohnya. “Ayo masuk PMII biar nanti bisa masuk HMJ/Dema/Sema” adalah
kesesatan berpikir yang entak kenapa diwariskan turun temurun.
Menuju Era baru
PMII Rayon Saintek
Setiap
kader pasti memiliki harapan, entah untuk dirinya sendiri ataupun untuk
organisasi. Harapan itu terus tumbuh, entah sudah terealisasi atau justru
ditentang oleh oknum tertentu. PMII bukanlah kendaraan menuju kekuasaan, PMII
adalah harapan itu sendiri. Jika harapan tetap ada, maka PMII akan terus hidup
dan kaderisasi akan menjadi jantungnya.
Mari kita refleksikan lagi dengan
PMII Rayon Saintek, kaderisasi yang relevan di zaman sekarang adalah kaderisasi
berbasis output. “Saya ikut PMII bisa dapat apa?” itu adalah pertanyaan yang
harus dijawab oleh pengurus. Namun realitanya yang mereka dapatkan adalah
ketidakjelasan. Agenda yang molor, rapat yang tidak jelas, hingga perdebatan
yang tidak ada gunanya menjadi penyebab. Harusnya PMII tidak hanya
memperdebatkan kekuasaan namun menggagas output dan pembaruan yang relevan
dengan zaman. Namun ide gagasan ini seringkali ditentang oleh oknum kolot yang
menginginkan sistemnya terus diterapkan hingga sekarang. Sebutan yang cocok
bagi pemikiran ini adalah ‘Crab Mentality’ yaitu Seekor kepiting yang
tidak membiarkan ada teman nya yang keluar dari jebakan, ia tidak ingin ada
yang lebih baik darinya, ia ingin teman-temannya terus membersamainya di jurang
kegagalan.
Era baru harus kita canangkan,
saya merasa malu jika dalam 10 tahun berdirinya PMII Rayon Saintek ini tidak
ada perkembangan signifikan. Gagasan yang dibawa harus relevan dengan zaman,
optimalisasi karya, pengembangan diri dan prestasi harus menjadi nilai jual
utama PMII. Bukan lagi berapa banyak KEKUASAAN yang kita dapatkan, tapi berapa
banyak DAMPAK, KARYA dan KEJUARAAN yang kita hasilkan. Setiap kader adalah anak
dan setiap senior adalah orang tuanya, maka kami sebagai anak mempunya tekad
untuk menjadi lebih baik dari orang tua kami.
Harapan dan gagasan ini harus
ditularkan kepada kader-kader masa depan. Kita tidak bisa terus berjalan di
tempat, kita harus mulai berjalan maju menatap masa depan. Tulisan ini tidak
untuk menyindir seseorang, tapi untuk menyadarkan semua orang. 10 tahun yang
lalu PMII Rayon Saintek berdiri, sudah saatnya sekarang kita berlari. Bukan
lari dari kenyataan namun lari mengejar kesuksesan.
0 Komentar