![]() |
doc. Internet |
Oleh: Zakiyatur Rosidah
Tan Malaka merupakan
salah satu bapak Bangsa dan pemikir besar Indonesia yang sangat gemar membaca.
Bahkan, di tengah perjuangan hidup dalam pelarian dan pembuangan tersebut, Tan
Malaka terus mengumpulkan kepustakaannya dan menghimpun pengetahuan. Kepustakaan
meliputi buku-buku politik, ekonomi, sejarah, pendidikan, agama dan lain
sebagainya.
Bertahun-tahun dalam
pengembaraan tentu bukan hal yang menyenangkan. Tan Malaka acap kali kehilangan
pustakanya. Ia sempat berpikiran ingin
seperti Leon Tortsky dan Mohammad Hatta yang sangat beruntung bisa mengangkut
berpeti-peti pustakanya ke tempat pembuangan. Tan harus meninggalkan buku-buku
yang telah dihimpunnya setiap ia memulai kehidupan dan tempat yang baru. Tiap
kali paham “kiri” yang dapat tercermin dari bacaannya tersebut tercium di
tempat yang memusuhi komunisme, di saat itulah Tan harus rela meninggalkan
pustakanya. Misalnya, ketika kali pertama dibuang di Belanda pada 22 Maret
1922, Tan terpaksa meninggalkan buku-bukunya karena ketika hendak ke Moskow ia
harus melewati Polandia yang memusuhi komunisme.
Namun, bagi Tan tidak
berpustaka bukanlah sebuah halangan untuk tidak menyimpan ilmu yang
dimilikinya. Tan masih punya senjata yang bisa diandalkan. Ia menyiasati semua
itu dengan menghafalnya. Bagaimana bisa Tan menghafal begitu banyak disiplin
ilmu tersebut dalam otaknya? Untuk mengatasai keterbatasan itu, ia menggunakan
strategi menyerap dan memahami betul lalu menghafalnya dengan cara mengingat
kependekan inti-inti buku tersebut. Strategi tersebut dinamainya dengan “jembatan
keladai” (ezelbruggece). Dalam bahasa Inggris disebut dengan mnemonic. Mnemonic adalah trik yang dirancang
untuk membantu pelajar dalam memahami bacaannya dan mengingat dengan potongan
yang spesifik.
“Walaupun saya tidak berpustaka, walaupun buku-buka saya
terlantar cerai berai dan lapuk atau hilang di Eropa, Tiongkok, Lautan Hindia
atau dalam empang di muka rumah Tuan Tan King Cang di Upper Seranggoon Road,
Singapura, bukanlah itu artinya kehilangan “isinya” buku-buku yang berarti”. Tulis Tan dalam buku mahakaryanya,
Madilog. Adapun Madilog juga dari jembatan keledai yang dibuatnya, yakni
MAterialisme, DIalektika dan LOGika.
Jembatan keledai
Tan Malaka merupakan salah satu bentuk strategi metakognisi yang dapat
digunakan untuk membantu dalam belajar. mengatasi kejenuhan pelajar akan
banyaknya materi-materi yang diajarkan oleh guru seperti yang umum di dunia
pendidikan sekarang sangatlah relevan diterapkan. Sebagai seorang guru semasa
mudanya, Tan memahami bahwa bukanlah suatu bentuk pendidikan yang ideal jika
pelajar terlalu banyak menghafal karena masing-masing mempunyai tingkat
kecerdasan yang berbeda-beda. Banyaknya hafalan akan membuat pelajar kelelahan
untuk mencerrna semuanya. Menurut Tan, kalau pelajar tidak mampu mengerti semua
isi buku, paling tidak harus mengerti inti dari buku tersebut. Inti tersebutlah
yang harus dihafal dan bahkan harus dihafalkan dengan lebih ringkas.“kalau
tidak beratus, niscaya ada berpuluh jembatan keledai di dalam kepala saya”
Tulis Tan.
Dengan demikian,
jembatan keledai ini bisa menjadi salah satu opsi ataupun jalan tengah agar
para pelajar dapat memahami apa yang dibacanya dengan lebih mudah. Pun bagi
pengajar, alangkah lebih baik jika menerapkan jembatan keledai sebagai salah
satu metode mengajarnya sebagai upaya membentuk pelajar yang kreatif dalam
memahami apa sudah dipelajarinya.
*) Penulis adalah Kader PMII Rayon Sains dan Teknologi Komisariat Walisongo
Semarang
1 Komentar
The King Casino is the only casino near the casino. All communitykhabar casino games are legal 1xbet app and the https://access777.com/ game variety is gri-go.com huge! The games are also available at any of the wooricasinos.info