Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Gerakan Intelektual: Gender & Kepemimpinan Perempuan Nusantara

doc.internet
Oleh: Isfina*
“Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.” (Pasal 28 H ayat 2 pembukaan UUD 1945)

Demikian adalah undang-undang yang mengatur tentang persamaan antara hak laki-laki dan perempuan. Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum tanpa diskriminasi dan semua orang berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk apapun. Namun dalam pelaksanaannya, perbedaan peran laki-laki atas peran perempuan masih mewarnai kehidupan, salah satunya perbedaan peran laki-laki atas peran perempuan. Peran laki-laki yang lebih menguasai peran public tentu menimbulkan bias terhadap kaum perempuan yang lebih berkutik pada sektor-sektor domestic. Pembagian peran inilah yang perlu dianalisa kembali agar tercapainya kesetaraan gender.
   
Pengertian Gender, Seks dan Seksualitas
Istilah gender seringkali di samakan dengan seks, padahal dua kata itu merujuk pada pemahaman yang berbeda. Sebelum menganalisa persoalan-persoalan ketidakadilan gender sangatlah diperlukan pemahaman dan pembedaan antara konsep seks dan konsep gender agar tidak terjadi suatu pemahaman yang bias diantara keduanya.
Seks atau dalam bahasa Inggris sex merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Artinya sifat tersebut secara permanen tidak bisa dipertukarkan. Misalnya bahwa laki-laki memiliki penis, memiliki jakun (kala menjing), memproduksi sperma sedangkan perempuan memiliki rahim, memiliki vagina, mengalami menstruasi dan lain-lain.

Sedangkan seksualitas mencakup hal yang lebih luas. Seksualitas adalah aspek kehidupan yang menyeluruh mencakup seks, gender, orientasi seksual, erotisme, kesenangan (pleasure), keintiman dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diekspresikan dalam pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan/ nilai-nilai, tingkah laku, kebiasaan, peran dan hubungan.

Walaupun seksualitas mencakup keseluruhan dimensi yang disebutkan, tidak semuanya selalu dialami atau diekspresikan, karenanya seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor biologis, psikologis, social, ekonomi, politik, agama dan sebagainya.

Sementara itu, konsep gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosio maupun cultural. Artinya, sifat-sifat yang melekat tersebut dalam konsep gender dapat saling dipertukarkan dan dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu dan bisa berbeda di masing-masing tempat.
Perbedaan sex dan gender


Contoh Sex (Qodrati)
Contoh Gender (Non Qodrati)
Laki-laki
mempunyai penis, jakun (kala menjing), memproduksi sperma.
Dianggap rasional, kuat, agresif, jantan, perkasa, bersuara besar.
Perempuan
mempunyai payudara, vagina, Rahim
melahirkan.
Dianggap pandai memasak, emosional, lemah lembut, cantik, keibuan.

Deskripsi makna Gender, Sex, dan Seksualitas dalam pandangan ke-aswajaan
Berkaitan dengan nilai keadilan dan kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi diantara umat manusia. Al-Qur’an sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya mengakui bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama, diantaranya QS. Al-Hujurat/49:13, an-Nisa/4: 1, al-A’raf/7: 189, az-Zumar/39: 6, al-Fathir/35: 11, dan al-Mu’min/40: 67. Keduanya diciptakan dari nafsun wahidah (living entity), dimana yang satu tidak memiliki keunggulan dari yang lain, dan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi ‘abid dan khalifah di bumi. Selain itu, Al-Qur’an juga menegaskan tentang persamaan tanggung jawab dan pahala. Dengan kata lain, laki-laki memiliki hak dan kewajiban terhadap perempuan begitu pula sebaliknya perempuan juga memiliki hak dan kewajiban terhadap laki-laki. Semuanya dibawah pengawasan Allah serta mempunyai kewajiban untuk bertaqwa kepada-Nya (ittaqu robbakum). Bahkan dalam beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Imam Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi menjelaskan adanya hubungan yang saling berkoheren antara kaum laki-laki dan perempuan.

Konsep kesetaraan gender yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun karir tidak mesti dimonopoli salah satu jenis kelamin saja. Budaya patriarki yang sudah mengakar tentu diperlukan adanya kajian kritis yang memadukan antara analisis social agar ketidakadilan gender dapat diminimalisir dan  mewujudkan kesetaraan antara hak kaum laki-laki dan perempuan. Dan apabila kesetaraan dalam hal tersebut telah terpenuhi, maka keadilan pun telah tegak.

Konstruksi social Gender dalam masyarakat
Sifat-sifat biologis yang melahirkan perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Melalui proses panjang ini, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan—seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Oleh karena itu, perbedaan gender inilah yang kemudian melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities) baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan.

Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni : marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden) serta sosialisasi ideology nilai peran gender.

Peran-peran yang dimainkan perempuan hanya berputar di ranah domestik, seperti dalam kosa kata jawa “macak, manak, masak” yang kemudian dianggap sebagai kodrat perempuan, sementara kaum laki-laki menguasai peran-peran penting didalam masyarakat (politik dan dunia kerja). Misalnya saja dalam dunia kerja, perempuan selalu mendapatkan posisi jabatan dibawah laki-laki serta perlakuan pemberian upah buruh perempuan dibawah upah buruh laki-laki. Kondisi ini menimbulkan diskriminasi pada perempuan yang tidak sesuai dengan  apa yang dimandatkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.
Kasus ketidakadilan gender yang lain yaitu bentuk kekerasan (violence). Tentu ingatan kita masih segar dengan kasus pemerkosaan gadis 14 tahun yang dilkakukan oleh 14 pemuda dan mengakibatkan meninggalnya korban. Kasus pemerkosaan dan pembunuhan ini memicu kemarahan publik.  Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengutuk keras peristiwa ini dan menilainya sebagai peringatan keras bagi pemerintah supaya segera mensahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sudah masuk dalam Prolegnas 2016, karena aturan-aturan yang ada sudah tidak lagi bisa merespon isu kekerasan seksual secara komprehensif.

Gender sebagai kerangka analisis
Analisis gender merupakan proses analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi setara antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih egaliter. Tujuan umum analisis gender adalah untuk menyusun kebijakan program dan kegiatan pembangunan dengan memperhitungkan situasi dan kondisi kebutuhan-kebutuhan gender. Gender bukan hanya ditujukan kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki. Namun, karena perempuan dianggap berada dalam posisi termarjinalkan, maka ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar kesetaraan gender yang telah diraih laki-laki beberapa tingkat dalam peran sosial.

Perbedaan gender pada proses berikutnya melahirkan peran gender (gender role) dan dianggap tidak menimbulkan masalah,maka tak pernah digugat. Akan tetapi, yang menjadi masalah dan perlu digugat oleh mereka yang menggunakan analisis gender adalah struktur “ketidakadilan” yang ditimbulkan oleh peran gender dan perbedaan gender tersebut. Ketidakadilan gender tersebut termanifestasi dalam berbagai masalah yang saling terkait dan secara dialektika saling mempengaruhi. Manifestasi ketidakadilan gender itu tersosialisasi kepada kaum laki-laki dan perempuan secara mantap yang lambat laun akhirnya menjadi terbiasa dan dipercaya bahwa peran gender itu seolah-olah merupakan kodrat.

Gender dalam PMII
Peran aktif mahasiswa sebagai agent social of change dapat diwujudkan melalui wadah-wadah organisasi mahasiswa seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). PMII merupakan organisasi mahasiswa dibawah naungan NU yang memiliki arah gerak tujuan membela kaum yang lemah. Gerakan intelektual kader PMII dimulai dari tiga tradisi, yakni membaca, diskusi dan menulis. PMII menyiapkan berbagai macam bidang kajian untuk menunjang SDM kader, pun tak ketinggalan dengan kajian gender.

Sampai saat ini, forum-forum diskusi tentang kajian gender masih digencarkan baik itu di tingkat rayon, komisariat, cabang, coordinator cabang, sampai pada lembaga tertinggi yaitu pengurus besar. Berbicara tentang gender ini bukan hanya tentang perempuan karena gender itu menyangkut hak perempuan sekaligus hak laki-laki, namun pada kenyataannya pada forum-forum diskusi kajian gender masih minimnya partisipasi dari kader laki-laki. Akibatnya, akan susah menyamakan persepsi antara laki-laki dan perempuan. Padahal untuk mencapai kesetaraan gender tidak bisa hanya dengan usaha individual, melainkan dengan usaha secara bersama dan bersifat institusional, utamanya dari pihak-pihak yang berwenang terhadap kebijakan serta perencanaan pembangunan untuk menentukan arah perubahan menuju kesetaraan gender.

Selain itu untuk membela kaum yang lemah, kader dituntut untuk terjun langsung di kehidupan social masyarakat. Melihat adanya berbagai ketimpangan tersebut, kader dituntut untuk peka terhadap realita sosial yang terjadi di lingkungannya utamanya isu-isu perempuan.

Kelembagaan KOPRI
Wadah yang menaungi kader puteri PMII atau lebih dikenal dengan KOPRI (Korp Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Puteri) berdiri sejak kongres ketiga tahun 1967. KOPRI merupakan wadah pemberdayaan perempuan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi kader dan mengawal isu-isu perempuan. wadah ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan potensial kader puteri. Sebuah gerakan yang memiliki Paradigma Kritis Transformatif (PKT) dalam melihat realitas kebangsaan dan berpijak pada ahlu sunnah waljama’ah. Selain itu, memandang bahwa berbagai bentuk penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan berakar pada adanya cara berpikir dan bertindak yang merendahkan martabat dan kemanusiaan kaum perempuan. oleh karena itu, harus ada perubahan cara berpikir dan bertindak bersama secara sadar dan terorganisir untuk menegakkan kembali martabat dan kemanusiaan tersebut melalui penyadaran ditingkat mahasiswa dan semua elemen masyarakat.

Dengan adanya kader perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Indonesia, ini adalah sebuah potensi besar untuk melahirkan kepemimpinan perempuan yang berkarakter, cerdas, dan visioner. Hal ini diperlukan kerja keras dan kerja cerdas peningkatan capacity building melalui penataan kaderisasi dan pengawalan menjadi sangat penting. Karena gerakan intelektual dan kepemimpinan perempuan Nusantara harus dilahirkan dari Rahim PMII.

Salam Pergerakan…!!!

*Penulis adalah anggota Biro Pengkaderan Rayon Sains dan Teknologi 
Masa Juang 2016-2017


Posting Komentar

0 Komentar