Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

Tradisi atau Spiritual : Bagaimana Cara Masyarakat Memaknai Maulid Nabi?

Oleh: Rizki Rahmawati

Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya, suku, bahasa ras, dan Agama. Dalam keberagaman beragama contohnya, rakyat Indonesia dibebaskan untuk menentukan Agama yang akan dianutnya. Terdapat 6 agama resmi yang diakui oleh pemerintahan Indonesia, salah satu diantaranya ialah Agama Islam. Melansir data dari Kumparan sampai pada tahun 2024 terdapat ±245 juta jiwa masyarakat Indonesia yang menganut Agama Islam terhitung lebih dari setengah penduduk Indonesia menganut Agama Islam.

Islam bukan sebuah Agama yang menyukai perkelahian, keributan, ataupun anti damai. Islam adalah tempat dimana kasihsayang, penghormatan, dan kebahagiaan itu ditemukan. Sebagai seorang muslim ataupun muslimah yang baik ketaatan seorang hamba pada perintah Allah adalah nomor satu, salah satu diantaranya ialah berbahagia atas kelahiran kekasih Tuhan yang sangat istimewa, yaitu kelahiran Nabi Muhammad Saw., Nabi Muhammad Saw. lahir dikota makkah pada hari isnin tanggal 12 rabiulawal tahun 570 M. Seluruh manusia penjuru dunia melaksanakan berbagai perayaan kelahiran Sang Kekasih dengan cara yang berbeda dengan keunikan tradisinya sendiri-sendiri. Perayaan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad sering sekali disebut dengan Maulid, kalau di daerah jawa sering disebut dengan Mulud ataupun Muludan.

Apa itu Maulid?

Maulid diambil dalam bahasa arab yaitu “ ميالد “yang artinya "hari lahir/hari kelahiran". Pemaknaan perayaan Maulid Nabi sering kali dianggap oleh sekelompok orang sebagai suatu bid'ah. Dilansir dari NU Online terdapat istilah ibadah mahdlah dan ghairu mahdlah. Maksudnya, ibadah mahdlah adalah ketentuannya pasti tidak dapat dikurangi maupun ditambah seperti halnya salat, puasa, zakat, dan sebagainya. Sedangkan ibadah ghairu mahdlah ini ada peluang diperkenankan dalam syariat untuk kemudian ditambah, contohnya seperti shalawatan. Dalam Al- Qur'an Surah Al- Ahzab:56 dijelaskan bahwa Allah dan Malaikat bersholawat atas Nabi Muhammad Saw. Tak hanya itu Allah juga menganjurkan agar umat Islam gembira menyambut anugrah rahmat dari Allah, salah dengan diutusnya Nabi Muhammad Saw. (QS. Yunus:58).

Pemaknaan Maulid Nabi dalam kehidupan bermasyarakat berbeda beda, dapat dilihat dalam cara merayakannya, karena adanya perbedaan budaya ataupun tradisi dalam memaknainya contohnya adalah perbedaan perayaan Maulid Nabi di demak dan di Kab. Semarang.

1.     Perayaan Maulid di Demak (khusunya karanganyar) Lebaran Maulid (Bodo Mulud) merupakan Tradisi puncak perayaan Maulid Nabi di Demak, khususnya di Kecamatan Karanganyar, yang dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul Awwal. Sejarahnya berawal dari era Wali Songo (abad ke-15) sebagai sarana dakwah, kemudian berkembang di Kesultanan Demak dan Mataram dengan istilah Grebeg Mulud. Makna dari kegiatan Ekspresi kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan upaya tolak bala melalui sedekah. Bentuk Pelaksanaan dalam kegiatan tersebut meliputi:

a.      Kitab al-Barzanji dan al-Dziba'i dibaca secara kolaboratif, diiringi shalawat.

b.     Dilakukan sepanjang hari (pagi hingga malam) di masjid, mushola, dan rumah warga.

c.      Tahapan: pembukaan dengan Fatihah, syair pujian, prosa sejarah Nabi, berdiri saat pembacaan kelahiran Nabi (Mahal al-Qiyam), dan doa.

Masyarakat memberikan makanan (seperti opor ayam/gulai kambing) kepada tetangga sebagai sedekah (selametan). Ater-ater bertujuan mempererat silaturahmi dan memperlancar rezeki. Mayoran dengan Makan bersama setelah pembacaan teks maulid sebagai wujud syukur. Nuansa dan Makna Simbolik dengan memahami sirah Nabi, ungkapan cinta, dan sarana wasilah (perantara doa), dengan berdiri saat pembacaan kelahiran Nabi diyakini sebagai bentuk penghormatan dan merasakan kehadiran Nabi. Dasar agama sedekah dan ater-ater: QS. Al-Baqarah:261 (keutamaan sedekah) dan hadis tentang sedekah menolak bala. Makna sosial yang terkandung dalam memperkuat kebersamaan dan tolong-menolong. Keunikan dari Bodo Mulud yaitu lebih semarak dibanding daerah lain, dengan pembacaan teks sepanjang hari dan ater-ater yang mirip tradisi lebaran, Lokalitas yang menggabungkan unsur Islam (shalawat, sedekah) dengan budaya Jawa (selametan, mayoran). Tradisi Maulid di Demak, terutama Bodo Mulud, merupakan akulturasi nilai agama dan budaya yang bertujuan untuk:

a.      Menghidupkan sunnah Nabi melalui shalawat.

b.     Memupuk solidaritas sosial lewat sedekah dan ater-ater.

c.      Melestarikan warisan Wali Songo sebagai sarana dakwah.

Kata Kunci: Bodo Mulud, al-Barzanji, ater-ater, sedekah, mayoran.

2.     Tradisi perayaan Maulid di Kabupaten Semarang (khususnya daerah Bandungan)

Perayaan Maulid di daerah Bandungan, Kab. Semarang biasanya diawali dengan pembacaan kitab Maulid Al-Barzanji, pengajian, dan juga tradisi Metokan atau Metokke.

Metokan/Metokke adalah tradisi masyarakat Jawa, terutama di daerah pedesaan, yang dilakukan sebagai bentuk peringatan hari besar ataupun bentuk menyambut kegiatan istimewa. Istilah ini berasal bahasa Jawa dari kata dasar "Metu" yang artinya"keluar" dan akhiran "-an", yang secara harfiah bisa diartikan sebagai "hari keluar".

Ciri Khas dari Metokan, Metokan biasa dilakukan dalam menyambut hari besar ataupun bulan istimewa seperti merti dusun/desa, mrnyambut kedatangan bulan Syawal, memasuki bulan suro/muharram, dan ketika tibanya bulan Rabiul Awwal. Dalam memperingati Maulid Nabi metokan dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Rabiul Awwal, di tanggal 11 warga desa metokan dengan ketan beserta kolak, sedangakan di tanggal 12 metokan dengan nasi.

Ritual dan Kegiatan dalam kegiatan metokan ialah Tahlilan dan Doa Bersama dengan membaca ayat Al-Qur'an (terutama Surah Yasin), tahlil, dan shalawat untuk mendoakan arwah. Lalu, Sedekah dan Kenduri dengan Makanan dibagikan kepada tetangga atau fakir miskin sebagai bentuk sedekah. Sajian Khas ketika Metokan ialah:

a.      Apem (simbol pengampunan dosa).

b.     Kolak (lambang manisnya iman).

c.      Ketupat/Nasi (kesucian).

Makna Filosofis dalam metokan ialah sebagai bentuk bakti untuk menghormati dan mendoakan orang yang telah meninggal, juga sebagai pengingat kematian yang mengajarkan hidup bersiap menghadapi akhirat. Sekaligus bentuk silaturahmi yang bertujuan mempererat hubungan antar-tetangga dan keluarga. Perbedaan dengan Tradisi Lain Metokan berbeda dengan Nyadran ataupun dengan selametan yang lain ialah:

Metokan berkaitan dengan perayaan ataupun kenduri, sedangkan Nyadran ialah pembersihan makam leluhur sebelum Ramadhan. Dan sedangkan selamatan bisa untuk acara apa saja seperti kelahiran, nikah, dll. Tradisi Metokan ini lebih kuat dipengaruhi budaya Jawa, tetapi disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Metokan adalah bentuk ritual peringatan hari besar dalam budaya Jawa yang bertujuan untuk mendoakan arwah, bersedekah, dan merawat hubungan sosial. Meski mengandung unsur lokal, nilai utamanya selaras dengan ajaran islam penghormatan kepada orang yang telah meninggal Seiring perkembangan zaman tradisi tradisional yang ada di daerah jawa kian lama kian meluntur. Oleh karena itu, sebagai warga negara dan masyarakat yang baik mari kita terapkan sila ke 3 pancasila yaitu persatuan Indonesia dengan cara melestarikan budaya dan nilai tradisi yang sudah ada turun temurun dari para pendahulu bak kata pepatah "wong jowo ojobilang jawane".

Referensi

Kumparan News. (2024, 27 Maret). Data Dukcapil 2024: Islam agama mayoritas di Indonesia dianut 245 juta jiwa. Kumparan. https://m.kumparan.com/amp/kumparannews/data-dukcapil2024-islam-agama-mayoritas-di-indonesia-dianut-245-juta-jiwa-23Hnnzxwyq8

NU Online Jatim. (2024, 13 September). Apakah Maulid Nabi itu bid’ah dan kenapa Nabi tidak merayakannya? Diakses 8 Mei 2025, dari https://jatim.nu.or.id/amp/keislaman/apakah-maulidnabi-itu-bid-ah-dan-kenapa-nabi-tidak-merayakannya-9PKOE

Setiyaningsih, S. I., & Asekhatul, L. H. (2022). Lebaran Maulid: Tinjauan bentuk dan nuansa pelaksanaan tradisi masyarakat Demak. Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Walisongo.


Posting Komentar

0 Komentar