Karya: Siti Qomariyah
Pada
20 Maret 2025, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam rapat yang
berlangsung di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Beberapa poin dalam UU TNI yang telah disahkan saat ini
menjadi sorotan karena dianggap kontroversial.
Salah
satu isu utama yang dikutip oleh pikiranrakyatkotatangerang.com yaitu usulan
perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif.
Dalam draf RUU tersebut, jumlah kementerian atau lembaga
yang dapat diisi oleh prajurit aktif meningkat dari 10 menjadi 16, termasuk
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP),
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT), Kejaksaan Agung, dan Badan Keamanan Laut.
Dalam rapat paripurna pengesahan RUU TNI, Puan
menjelaskan bahwa revisi tersebut hanya mencakup tiga substansi utama :
1.
Kedudukan TNI Penegasan mengenai
posisi TNI dalam struktur pertahanan negara.
2.
Usia Pensiun Prajurit TNI
Penambahan batas usia pensiun bagi prajurit TNI.
3. Jabatan TNI pada
Kementerian/Lembaga Pengaturan mengenai prajurit TNI aktif yang dapat menduduki
jabatan di kementerian atau lembaga tertentu.
Rapat
Paripurna ke-15 masa persidangan II tahun sidang 2025-2026 yang dipimpin oleh
Ketua DPR RI, Puan Maharani, didampingi oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco
Ahmad, Adies Kadir, dan Saan Mustopa, dihadiri oleh 293 dari total 304 anggota
DPR, dengan 11 anggota izin, sehingga rapat dinyatakan memenuhi kuorum.
Menanggapi
kekhawatiran publik, Puan Maharani menegaskan bahwa revisi UU TNI tetap
berlandaskan pada prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan hak asasi manusia.
Ia membantah tudingan bahwa revisi ini dilakukan secara
tertutup.
”Tidak
ada yang ditutup-tutupi dalam pembahasan rancangan perubahan UU TNI. Media
selalu hadir dalam setiap rapat, dan tim Panja RUU TNI secara rutin memberikan
keterangan,” ujar Puan. Ia
juga menepis anggapan bahwa revisi ini akan menghidupkan kembali dwifungsi
ABRI. ”RUU ini tidak seperti yang dikhawatirkan
banyak pihak. Tujuannya adalah memperkuat profesionalisme TNI tanpa melangkahi
supremasi sipil,” tambahnya, dikutip dari merdeka.com dan tempo.co.
Meski
demikian, kritik terus bermunculan.
Sejumlah akademisi, aktivis, dan organisasi masyarakat
sipil menilai bahwa revisi UU TNI ini membuka ruang bagi militer untuk kembali
terlibat dalam urusan sipil, mengingatkan pada era Orde Baru ketika dwifungsi
ABRI memberikan pengaruh besar dalam pemerintahan. Dengan
berbagai pandangan yang berkembang, revisi UU TNI ini masih menjadi perdebatan
panjang. Masyarakat kini menanti bagaimana implementasi aturan baru ini akan
berjalan dan apakah benar-benar selaras dengan prinsip reformasi militer yang
telah digaungkan sejak 1998.
0 Komentar