Oleh : Muhammad Ulil Albab
Media
sosial kini sangat marak dengan viralnya istilah Gus, Foedalisme, Habib dan
lain sebagainya yang menjadikan salah satu organisasi menjadi kambing hitam
atas hal tersebut. Pemojokan ini menjadi studi kasus untuk diselesaikan agar
perpecahan antar umat beragama yang serumpun tidak terjadi konflik sosial.
Seperti yang diketahui secara umum bahwa Nahdlatul Ulama adalah suatu
organisasi masyarakat berbasis agama islam dengan haluan Ahlussunnah Waljamaah
(ASWAJA) yang di dalamnya berisi integrasi antara dakwah keislaman dengan
tradisi lokal, integrasi tersebut telah dilakukan sejak zaman Islam datang ke
Nusantara, hal ini dipelopori oleh Walisongo dalam sistem dakwahnya. Namun
kini, media sosial seperti sedang memojokkan dan mengkambinghitamkan hal
tersebut menjadi salah satu kesalahan dalam memandang secara general.
Permasalahan
di atas menjadi suatu bahan yang dapat dikaji dan terdapat pertanyaan. Apakah
ini awal mula kehancuran Nahdlatul Ulama atau ini merupakan sistem “PER” yang
sedang dialami oleh Nahdlatul Ulama. Sistem PER adalah saat suatu hal mengalami
tekanan yang begitu kuat dan hal itu sampai di titik lontarnya maka per
tersebut akan melenting tinggi.
Dua
Hipotesis ini dapat diperincikan dengan faktor-faktornya. Hipotesis pertama
tentang pertanyaan kehancuran Nahlatul Ulama. Faktor tersebut meliputi,
data-data dari media sosial tidak dapat dibendung oleh Nahdlatul Ulama dan
akhirnya menjadi semakin mengkikisnya organisasi Nahdlatul Ulama; Tidak ada
intropeksi dari elemen Nahdlatul Ulama; Kurangnya penggalakan media sosial dari
segi kajian ciri khas Nahdlatul Ulama yang dipublikasikan secara umum.
Hipotesis
kedua memiliki faktor penting antara lain, Data-data media sosial membuat
tekanan dan pemojokkan Nahdlatul Ulama; Pemojokan ini berasal dari media yang
tidak tahu asal usul dan sejarah Nahdlatul Ulama secara kompleks.
Adapun
metode untuk sistem PER dapat terealisasikan yaitu, Pengurus Pusat intropeksi
akan hal ini; Penguatan pondasi dari elemen organisasi paling muda yaitu
Pengurus Ranting; Menggalakkan bahtsul masail seluruh pondok pesantren berbasis
ASWAJA dan dipublikasikan secara umum untuk branding dan jawaban atas
media-media yang telah mengkambing hitamkan Nahdlatul Ulama; Menggalakan kajian
kitab berbasis ASWAJA dari seluruh elemen organisasi maupun masyarakat untuk
berkembangnya ilmu pengetahuan secara komprehensif dan tentunya dipublikasikan
secara umum dengan deskripsi yang baik dan mengedepankan adab; Pengabdian
santri ke seluruh elemen masyarakat untuk kajian-kajian kitab secara merata.
Berangkat
dari permasalahan, hipotesis, dan metode yang diusulkan. Hal tersebut akan
dapat teralisasikan jika seluruh elemen menyadari akan pentingnya masalah ini
demi keberlangsungan ummat dan ukhwuah islamiah. Pastisnya jika metode tersebut
digalakkan kembali Nahdlatul Ulama akan kembali menjadi organisasi yang
disegani di Nusantara bahkan dalam skala Global. Namun jika hal ini diabaikan,
untuk kedepannya bisa disimpulkan sendiri.
0 Komentar