Oleh: Kelompok 5
Sayoga Dwi Mahardika, Muh. Tsaqif Khabibur
Rohman, Winda Larasati, Almas Maulatin Nurisya A, dan Inayatul Maulina.
Seiring
berkembangnya era teknologi, saat ini sering tampak adanya kecenderungan permasalahan lingkungan
hidup yang kian bertambah
kompleks bahkan menyisakan bencana berupa kerusakan lingkungan. Konflik-konflik lingkungan yang terjadi dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Salah satunya terjadi di Kota Semarang, yaitu kasus penambangan
Galian C
dengan pengeprasan bukit di daerah Purwoyoso, Sendang Mulyo. Bukit ini terkenal dengan sebutan Bukit Mangunharjo.
Awalnya,
Galian C yang terjadi di Mangunharjo Kecamatan Tembalang Kota Semarang berbentuk
bukit dengan berbagai pepohonan
yang ada di sekitarnya. Namun melihat
potensi bukit tersebut, pemilik lahan
melakukan penambangan. Penambangan galian C ilegal tersebut
sudah berlangsung bertahun-tahun.
Beberapa kali Pemerintah Kota Semarang menutup akses ke
lokasi pengerukan. Namun,
pihak eksploitator
masih bersikukuh mengambil
tanah dari lokasi tersebut. Akibatnya,
terdapat dampak negatif seperti timbulnya
konflik horizontal antar sebagian warga masyarakat dengan golongan masyarakat lainnya.
Konflik kepentingan di bidang ekonomi
sebagian warga yang menginginkan kegiatan penambangan tersebut berlanjut terus menerus. Di sisi lain, etika lingkungan
menghendaki kegiatan tersebut dihentikan karena akan menimbulkan dampak yang lebih besar bagi
lingkungan maupun manusia.
Pemilik lahan berdasar bahwa penambangan yang mereka maksud sebagai usaha telah memenuhi syarat-syarat yang diperlukan dalam
mendirikan usaha baik
SIPD (Surat Izin
Penambangan Daerah), AMDAL
(Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan), laporan
UKL UPL (Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup) pada tahun 2008. Namun
setelah mereka melakukan
penambangan di lokasi
tersebut berbagai regulasi tidak mereka hiraukan yang
pada akhirnya berdampak pada kerusakan lingkungan.[1]
Penutupan
lokasi penambangan tersebut
terjadi lantaran berakhirnya masa izin penambangan.
Pemberi izin penambangan sebelumnya adalah
pemerintah propinsi.
Namun menurut aturan
yang baru pemberi
izin diserahkan kepada pemerintah
kota. Sementara pemilik lahan
beralasan mereka sudah memiliki
izin baru yang
menjadi dasar untuk
melakukan penambangan. Padahal
sesungguhnya izin yang dimaksud adalah izin penataan saja.[2]
Konflik ini terjadi karena ketiadaan dan
ketidakjelasan peraturan, ketidaktegasan pemerintah (lemahnya penegak hukum), serta kurangnya
keasadaran dan pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. Konflik lainnya juga terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara pemerintah, pemilik lahan dan masyarakat, sehingga
konflik ini berimbas bagi ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat sekitar.
Dampak positif penambangan di Bukit Mangunharjo Tembalang yakni meningkatkan perekonomian warga sekitar karena terciptanya mata pencaharian masyarakat. Di sisi
lain, dampak negatif dari adanya penambangan ini sangat beragam, seperti penurunan produktivitas lahan, kepadatan tanah bertambah, terjadinya sendimentasi, terganggunya flora dan fauna, longsor di kawasan perbukitan, suhu udara menjadi
panas karena bukit-bukit yang gersang, hilangnya sumber mata air, pencemaran udara, hingga
membuat lapisan tanah lempung terbuka sampai
banjir lumpur. Selain itu, terjadinya banjir rob di Semarang
bagian bawah juga akan terjadi akibat tidak adanya sumber resapan air.
Berdasarkan kasus tersebut, solusi permasalahan dari konflik yang terjadi dapat dilakukan oleh pemilik lahan, seperti melakukan
budidaya perkebunan untuk membuka lowongan pekerjaan untuk
masyarakat. Dari
segi birokrat sendiri harus
memberikan kejelasan dalam pengaturan hukum dan penegakan hukum. UU tentang masalah lingkungan hidup yaitu UU NO. 32 th
2009, yang mana merupakan undang-undang yang lebih melindungi lingkungan karena
menerapkan prinsip pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan dalam
perumusannya. UU tersebut mewajibkan penanggulangan serta penegakan hukum dengan aspek transparasi, partisipasi,
akuntabilitas dan keadilan, serta membahas tentang lingkungan dan alam.[3] Diharapkan, undang-undang lingkungan tersebut mampu membantu menangani pemasalahan Bukit Mangunharjo ini agar
pertambangan ilegalnya dapat dihentikan.
0 Komentar