Oleh
: Adi Setiawan
Di tengah arus
modernisasi yang deras, masyarakat Kabupaten Pemalang, khususnya di Desa
Cibuyur, tetap menjaga sebuah tradisi berharga: Grebeg Maulid. Tradisi ini
merupakan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dikemas dalam bentuk budaya
lokal, menampilkan gunungan hasil bumi, iring-iringan kirab, hingga pagelaran
wayang kulit. Lebih dari sekadar ritual keagamaan, Grebeg Maulid menjadi wujud
nyata ekspresi rasa syukur, harapan keberkahan, serta cermin kearifan lokal
yang meneguhkan identitas masyarakat.
Grebeg Maulid di Pemalang diyakini telah ada sejak awal masuknya Islam di
wilayah pesisir utara Jawa. Seperti tercermin dalam tradisi serupa di wilayah
Yogyakarta dan Demak, Grebeg merupakan bentuk penghormatan masyarakat kepada
nilai-nilai Islam, yang diselaraskan dengan budaya lokal. Di Desa Cibuyur,
tradisi ini dimulai dengan pengambilan air dari tujuh sumber mata air suci,
lalu digunakan untuk menyiram gunungan berisi sayur, buah, dan hasil bumi
lainnya. Gunungan ini kemudian diarak keliling desa dan menjadi rebutan warga
karena dipercaya membawa berkah (Haluan Indonesia,2024).
Rangkaian acara tidak berhenti sampai di situ. Pada malam harinya, digelar
pertunjukan wayang kulit semalam suntuk dengan lakon bernuansa moral dan
kepahlawanan. Melalui pertunjukan tersebut, nilai-nilai etika dan spiritual
disampaikan dengan bahasa budaya yang mudah diterima masyarakat.
Nilai-Nilai
yang Terkandung Tradisi Grebeg Maulid sarat dengan nilai-nilai luhur, seperti:
- Religiusitas, tercermin dari peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW dan doa
bersama yang menyertainya.
- Gotong royong, terlihat dari keterlibatan seluruh elemen masyarakat dalam
mempersiapkan acara.
- Kearifan lokal, melalui penggunaan hasil bumi dan seni pertunjukan
tradisional sebagai media ekspresi.
- Persatuan dan kesatuan, karena acara ini menyatukan berbagai kalangan dalam
suasana damai dan meriah.
Dalam konteks nilai-nilai Pancasila, Grebeg Maulid mengaktualisasikan sila
pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” melalui penghormatan terhadap ajaran Islam.
Sila ketiga, “Persatuan Indonesia,” juga tercermin dari partisipasi kolektif
warga yang melampaui perbedaan sosial dan ekonomi.
Menurut teori kewarganegaraan oleh Joel Westheimer dan Joseph Kahne (2004),
salah satu bentuk kewargaan aktif adalah terlibat dalam kegiatan komunitas yang
memperkuat solidaritas sosial dan nilai-nilai demokratis. Dalam hal ini, Grebeg
Maulid berfungsi sebagai ruang publik yang memupuk rasa tanggung jawab bersama
serta memperkuat kohesi sosial warga desa.
Tradisi di
Tengah Modernisasi: Perlu Dilestarikan atau Ditinggalkan?
Sebagian kalangan mungkin beranggapan bahwa tradisi seperti Grebeg Maulid sudah
tidak relevan di era digital ini. Namun, kenyataannya, justru nilai-nilai dalam
tradisi ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi krisis moral dan sosial. Grebeg
Maulid mengajarkan pentingnya syukur, kerja kolektif, serta penghargaan
terhadap warisan budaya.
Namun demikian, perlu ada adaptasi dalam pelaksanaannya, seperti dokumentasi
digital, pelibatan generasi muda dalam peran aktif, hingga kolaborasi dengan
sektor pariwisata lokal tanpa mengkomersialisasi nilai sakralnya.
Grebeg Maulid bukan sekadar seremonial tahunan. Ia adalah warisan budaya yang
sarat makna spiritual, sosial, dan budaya. Pelestarian tradisi ini bukan hanya
soal mempertahankan bentuk luar, tetapi juga menumbuhkan kembali nilai-nilai
luhur yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, Grebeg Maulid layak
dilestarikan, disesuaikan dengan zaman, dan terus diwariskan sebagai identitas
khas masyarakat Pemalang.
Referensi
Haluan
Indonesia. (2024, 17 September). Grebeg Maulud dan Kirab Budaya Slumpring:
Warisan Budaya yang Terus Dijaga di Desa Cibuyur
Khoiroh,
Siti Muhimmatul, and Putri Nur Malasari. "Eksplorasi Etnomatematika
Tradisi Grebeg Maulid di Desa Kayen Landoh Pati." J-PiMat: Jurnal
Pendidikan Matematika 6.2 (2024): 1349-1358.
Muhaimin,
Abdul Ghoffir. The Islamic Traditions of Cirebon: Ibadat and Adat Among
Javanese Muslims: Ibadat and Adat Among Javanese Muslims. ANU Press, 2006.
Permadi, Danur Putut, and
Hanif Fitri Yantari. "The Changing Significance of the Gerebeg Maulid
Tradition: An Examination of Its Socio-Economic Impact in
Indonesia." Jurnal Sosiologi Reflektif 18.2 (2024). |
|
0 Komentar