Kebijakan mengenai wajib Mahad untuk mahasiswa baru UIN Walisongo Semarang menuai pro kontra dari beberapa pihak. Mahasiswa baru diwajibkan untuk menetap di mahad selama 1 semester dengan sistem gelombang 1 dan gelombang 2. Yang mana untuk santri perempuan ditempatkan di Ma’had Al-Jamiah UIN Walisongo dan untuk santri laki-laki ditempatkan dibeberapa pondok mitra yang bekerja sama dengan UIN Walisongo.
Dalam SK Rektor yang telah di keluarkan, ada beberapa point yang perlu diperhatikan:
1. Semua mahasiswa baru tahun 2023 wajib mengikuti program pema’hadan.
2. Program penyelenggaraan Ma’had Al jamiah, diselenggarakan pada tahun pertama sejak mahasiswa dinyatakan diterima selama satu semester.
3. Membayarkan uang sebanyak 3.000.000.00 untuk satu semester yang dibayarkan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
4. Mengikuti teknis penempatan mahasiswa sesuai dengan yang sudah ditetapkan.
5. Kedatang mahasiswa baru dimulai tanggal 24 s.d 31 Juli 2023 dengan membawa bukti pembayaran Ma’had.
6. Wajib ma’had juga dijadikan sebagai syarat untuk pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) untuk semester berikutnya.
Mahasiswa Baru berinisial (I) yang ditempatkan pada salah satu pondok mitra merasakan keresahannya mengenai keterbatasan akses yang ada di pondok tersebut. Seperti penggunaan handphone dan laptop yang harus dikumpulkan pada jam tertentu, wifi tidak ada sama sekali dan adanya batas jam keluar. Dia juga mengeluhkan mengenai biaya yang disamaratakan dengan fasilitas setiap pondok mitra berbeda.
“Banyak pembatasan-pembatasan, apalagi di Ma’had yang saya tempati ini kebanyakan mahasiswa dari prodi teknologi informasi. Nah, keterbatasannya itu banyak seperti penggunaan elektronik, handphone dan laptop harus dikumpulkan pada malam hari. Selain itu, kesulitannya adalah wifi tidak ada dan terdapat batas jam keluar . Jadi, sehabis maghrib harus sudah di Ma'had tidak boleh kemana-mana dan harus fokus dengan kegiatan yang ada di pondok. Sebenarnya tidak mempermasalahkan kegiatannya. Tapi pasca kegiatan di ma’had itu kita ngga tau mau ngapain ujung-ujungnya ya gabut. Sedangkan kita beda sama pelajar-pelajar yang mondok di pondok ini, kita harus banyak-banyak relasi supaya tidak ada pikiran untuk kuliah pulang - kuliah pulang. Kita mahasiswa harus ikut organisasi sedangkan dari Ma'had dibatasi.” Jelas Mahasiswa Baru berinisial (I) saat diwawancarai oleh Tim Liputan PMII Rayon Saintek
Namun disamping keresahan yang dirasakan maba inisial (I), dia tidak terbebani dengan kegiatan dan program yang ada di Salah satu Pondok Mitra.
“Kalo dari ma'hadnya sendiri alhamdulillah kegiatannya cukup bagus seperti pengajian, ada pembimbingan semisal mahasiswa yang belum bisa baca Qur'an itu diajarin lagi dari hijaiyahnya. Paling gitu si alhamdulilahnya dari program perma'hadan ini.” Ujar Maba inisial (I)
Selanjutnya, dari kebijakan yang ada, adapun dampak tersendiri yang dirasakan oleh beberapa mahasiswa baru. Maba Inisial (I) mengatakan “ Untuk dampak dari kebijakan yang ada adalah dari pertama masuk, membuat mahasiswa yang tadinya malas menjadi makin malas-malasan, yang tadinya ngga mau ikut organisasi ya udah tidak ada masalah, padahal mahasiswa yang tadinya tidak mau ikutan organisasi atau ikut apa-apa seharusnya di ubah jadi aktif dalam keorganisasian untuk menambah relasi dan untuk bersosialisasi. Terlebih sudah menjadi mahasiswa, seharusnya bisa menjadi lebih aktif. Untuk beberapa yang mau ikut organisasi menjadi keterbatasan dalam aktivitasnya. Yang mana tidak semua acara diluar pondok diperbolehkan mengikuti. “
Harapan maba inisial (I) adalah agar diberi kesenggangan atau dibedakan mengenai mahasiswa yang dipilihkan di pondok mitra dengan santri reguler di pondoknya. Sebagai mahasiswa Teknologi Informasi pun merasa kesusahan jikalau handphone dan laptop harus dikumpulkan pada jam tertentu, terlebih tidak adanya wifi yang membuat resah.
0 Komentar