Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

MENILIK KILAS BALIK HARI SANTRI NASIONAL

MENILIK KILAS BALIK HARI SANTRI NASIONAL

Penulis : Ninda Nur .M.

Editor : Alfiana F

Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pondok  pesantren. Pondok pesantren sendiri merupakan sebuah lembaga agama Islam yang bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail dan mengamalkan sebagian pedoman kehidupan dengan menekankan pada pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat[1]. Tanggal 22 Oktober 2015 menjadi hari yang bersejarah bagi para santri di Indonesia. Pada tanggal tersebut Presiden RI Joko Widodo mengesahkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun 2015 terkait penetapan “Hari Santri Nasional”. Hari Santri Nasional sendiri ditetapkan sebagai wujud peringatan terhadap perjuangan tokoh santri.  Melalui berbagai pertimbangan, maka pada tanggal 22 Oktober diputuskan sebagai Hari Santri Nasional”.[2]

Alasan pemerintah menetapkan 22 Oktober menjadi Hari Santri Nasional yaitu besarnya peran santri bagi bangsa. Tokoh-tokoh besar yang punya andil itulah yang membuat pemerintah menilai hari sangat santri penting untuk ditetapkan sebagai hari yang monumental. Jokowi mengatakan bahwa mengingat peran historis para santri dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti K.H. Hasyim Asy’ari dari Nahdatul Ulama, K.H. Ahmad Dahlan dari Muhammadiyah, A. Hassan dari Persis, Ahmad Soorhati dari Al-Irsyad dan Mas Abdul Rahman dari Matlaul Anwar serta mengingat pula 17 nama-nama perwira Pembela Tanah Air (Peta) yang berasal dari kalangan santri, pemerintah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.

22 Oktober 1945 merupakan tanggal ketika Kyai Hasyim Asy’ari mengumumkan fatwanya yang disebut sebagai Resolusi Jihad. Fatwa ini antara lain berbunyi : (1) Hukum memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia adalah fardlu’ain bagi setiap orang Islam, (2) Hukum orang yang meninggal dalam peperangan melawan NICA beserta komplotannya adalah mati syahid, (3) Hukum orang memecah persatuan Indonesia sekarang ini wajib dibunuh. Berpijak pada fatwa inilah, kemudian para ulama se-Jawa dan Madura mengukuhkan Resolusi Jihad dalam rapat yang di gelar pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di kantor Pengurus Besar NU di Bubutan, Surabaya.[3]

Momentum 22 Oktober 1945 merupakan momentum besar dalam perlawanan kaum santri di Surabaya kepada penjajah dalam berjuang demi Negara Kesatuan Republik Indonesia.                               

Presiden Jokowi menjelaskan sejarah yang sudah tercatat tentang perjuangan dan kontribusi para santri mulai dari zaman sebelum kemerdekaan sampai dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan hingga saat ini. Santri dengan cara tersendiri bergabung dengan seluruh elemen masyarakat untuk menyusun kekuatan di daerah-daerah terpencil dan mengatur strategi melawan penjajah serta mengajarkan kesadaran tentang arti kemerdekaan.

Penetapan Hari Santri Nasional digunakan sebagai momentum dalam meneladani semangat jihad ke-Indonesiaan para pendahulu kita, semangat kebangsaan, semangat cinta tanah air, dan semangat rela berkorban untuk bangsa serta negara. Semangat ini adalah bentuk refleksi dari semangat menyatukan keberagaman, semangat menjadi satu untuk Indonesia.

Terkait dengan hal ini, Presiden lebih lanjut menyatakan  bahwa ia percaya dalam keragaman kita sebagai bangsa, baik keragaman suku, keragaman agama, maupun keragaman budaya melekat nilai-nilai untuk saling menghargai, saling menjaga toleransi dan saling menguatkan tali persaudaraan antar anak bangsa.

Melihat pidato Presiden dalam penetapan Hari Santri Nasional yang berlangsung di Masjid Istiqlal menandakan adanya perhatian khusus dari pemerintah terhadap para pelajar yang mengarungi pendidikan Islam secara mendasar atau biasa disebut dengan santri. Apresiasi ini juga merupakan bentuk realisasi janji kampanye Jokowi pada pemilihan Presiden tahun 2014.

Penetapan Hari Santri Nasional tersebut mendapatkan respons dari berbagai kalangan. Respons terhadap penetapan Hari Santri Nasional dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : kelompok yang setuju dengan penetapan Hari Santri Nasional dan kelompok yang menolak adanya penetapannya. Golongan pro-penetapan Hari Santri Nasional mayoritas dari kalangan Ulama dan santri salat tulen yang umumnya berasal dari pesantren-pesantren tradisional. Mereka beralasan bahwa penetapan Hari Santri Nasional merupakan bentuk apresiasi pemerintah terhadap golongan santri yang merupakan salah satu elemen penting dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Adapun golongan kontra-penetapan Hari Santri Nasional merupakan masyarakat, organisasi masyarakat, maupun santri yang cenderung berpandangan modern. Mereka berpendapat bahwa Hari Santri Nasional tidak terlalu relevan untuk ditetapkan dengan alasan Indonesia merupakan negara multikultur yang berasal dari berbagai budaya dan agama, sehingga kebijakan-kebijakan publik yang terlalu sentral seperti penetapan hari santri ditakutkan menjadi semacam pembatas antara santri dan non-santri.

Sumber Referensi

            22 Oktober 2015. Diakses tanggal 24 Oktober 2021.

Izzudin, Ramadhan. A. 2017. Hari Santri Nasional (Studi Komparatif Respons Politik Ormas

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 6. “Presiden Jokowi resmikan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional”, Harian Kompas, tanggal

 Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Di Surabaya Tahun 2015-

              Nahdatul Ulama Dan Muhammadiyyah). Skripsi. UIN SUKA. Yogyakarta.

Rijal Mumazziq Z, Surabaya: Kota Pahlawan Santri (Surabaya: LTN NU, 2017), 5.

Siti Fatihatus. S. 2019. Hari Santri Dan Respon Organisasi Nahdlatul Ulama (NU),

     



[1] Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 6.

[2] “Presiden Jokowi resmikan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional”, Harian Kompas, tanggal 22 Oktober 2015

[3] Rijal Mumazziq Z, Surabaya: Kota Pahlawan Santri (Surabaya: LTN NU, 2017), 5.

Posting Komentar

0 Komentar