Potret Petani Hari Ini : Aliansi Mahasiswa Semarang dan Petani Gelar Aksi Hari Tani Nasional
Oleh : Bujang
Petani
sebagai salah satu tokoh sentral dalam memajukan komoditas suatu bangsa, sampai
saat ini belum bisa menemukan kesejahteraan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya
faktor internal seperi serangan hama dan wereng saja yang menjadi masalah,
tetapi juga masalah eksternal seperti murahnya harga jual, tanah yang
terkontaminasi limbah, dan pembebasan lahan pun turut serta dalam mewarnai
problematika petani Indonesia.
Jumat
(24/9/2021), Aliansi Mahasiswa Semarang dan sejumlah petani dari berbagai daerah
turut hadir dalam acara aksi refleksi sebagai bentuk peringatan Hari Tani
Nasional. Acara yang dilaksanakan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah ini dilatarbelakangi
atas atas adanya ketidak adilan yang dialami oleh petani, khususnya petani di
Jawa Tengah. Seperti adanya represifitas aparat dan pemerintah dalam melakukan
pembebasan lahan untuk kebutuhan industri.
Mun'im
(22) yang dalam hal ini menjadi Koordinator Lapangan, juga menyampaikan hal
yang sama terkait latar belakang dilaksanakannya aksi tersebut.
"Latar
belakang aksi ini yang pertama adalah sebagai peringatan Hari Tani, kemudian
yang kedua sebagai ajang penyampaian aspirasi atas ketidakadilan yang menimpa
petani" kata Mun'im.
Mahasiswa
berusia 22 tahun ini juga menyampaikan bahwa salah satu tujuan diadakannya aksi
ini adalah untuk mengkampanyekan kepada publik bahwa petani, khususnya petani
Jawa Tengah masih mengalami represifitas dan ketidakadilan dari pemerintah.
Aksi
yang digelar kurang lebih dua jam ini juga turut memberikan ruang kepada petani
yang merupakan stakeholder dari aksi ini. Beberapa petani yang hadir
dalam aksi ini diantaranya adalah petani Wadas, Surokonto, Urutsewu, Kendeng, dan beberapa petani di berbagai wilayah di Jawa
Tengah.
Salah
seorang petani Wadas, Azim Muhammad menyampaikan terkait permasalahan dan
kondisi petani Wadas saat ini. Ia menyampaikan bahwa permasalahan yang dihadapi
saat ini ialah adanya rencana pembangunan pertambangan yang membutuhkan sekitar
415 hektar dan tentunya akan diambil dari lahan Desa Wadas.
"Pertambangan
ini apabila diteruskan, tentu tidak hanya berpengaruh pada lahan pertanian
saja, tetapi juga akan mengorbankan rumah warga" ujar Azim.
Ia
juga mengatakan bahwa kondisi masyarakat Wadas saat ini sedang genting karena
banyak aparat yang hilir balik ke Desa Wadas dengan dalih melakukan patroli
atau bahkan membagikan masker.
Sejalan
dengan petani Wadas, petani Kendeng juga mengalami permasalahan yang serupa
dalam kehidupan mereka sebagai petani. Suharno (45) salah seorangah seorang
petani Kendeng menyampaikan keluh kesah yang dialami petani kendeng saat ini.
Ia menyampaikan bahwa permasalahan yang dihadapi saat ini adalah pengairan
pertanian yang selama ini berasal dari pegunungan Kendeng, telah terkontaminasi
dari limbah yang dihasilkan pabrik semen. Ia juga mengatakan bahwa masyarakat
Kendeng sangat menolak akan adanya tempat industri di wilayah Pegunungan
Kendeng.
"Kami,
masyarakat Kendeng yang mayoritas petani menolak karena kami sadar bahwa sumber
mata air itu berasal dari pegunungan Kendeng yang selama ini mengairi
sawah-sawah dan beberapa kabupaten lain, dan tentunya apabila pabrik itu tetap beroperasi
tentu sangat mengganggu perairan kami" (kata Suharno).
Nasib
serupa juga dialami oleh petani Surokonto. Hasan Bisri (35), sebagai salah
seorang petani Surokonto juga turut menyampaikan keluh kesah petani Surokonto
saat ini. Pria yang berasal dari keluarga petani ini mengatakan bahwa permasalahan
petani Surokonto berawal dari konflik tanah yang terjadi antara pabrik semen di
Rembang dan masyarakat Surokonto. Hal tersebut karena pada dasarnya masyarakat
Surokonto menggantungkan hidupnya di tanah tersebut.
"Masyarakat
Surokonto yang mayoritas penduduknya adalah petani, tentu sangat terganggu
dengan adanya konflik lahan ini" (kata Hasan).
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Sains dan Teknologi Komisariat UIN
Walisongo Semarang dalam hal ini juga turut andil dalam aksi tersebut. Sahabat
Asyrof, selaku Ketua Rayon, sukses membawa anggotanya yang berjumlah sembilan
orang dalam menghadiri aksi tersebut.
Aksi
ditutup dengan pembacaan tuntutan yang disampaikan oleh petani Kendeng. Adapun
beberapa tuntutan yang dilayangkan pada aksi tersebut adalah, pertama, Menuntut
kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengembalikan kedaulatan
petani dengan tidak melakukan perampasan ruang hidup ralyat, tidak memproduksi
aturan hukum yang tidak adil dan lebih menyejahterakan petani. Kedua, Menuntut
kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengimplementasikan reforma
agraria sejati. Ketiga, Menuntut pemerintah untuk mencabut aturan hukum
yang tidak berpihak kepada rakyat seperti Omnibus Law, UU Minerba, dan
lain-lain. Keempat, Menuntut pemerintah pusat dan pemerintah daerah
untuk memberikan perlindungan kepada para perjuang ham dan lingkungan dengan
tidak melakukan represifitas yang berujung pada kriminalisasi. Kelima, Mengajak
seluruh masyarakat untuk terlibat dalam perjuangan rakyat untuk mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan rakyat seperti yang diamanahkan dalam konstitusi.
Nasib petani saat ini memang dapat
dikatakan sangat genting, hal tersebut dikarenakan belum selesainya mereka
berhadapan dengan masalah wereng dan hama, mereka dipaksa untuk berhadapan
dengan kaum elit yang merongrong lahan pertanian mereka. Di negeri yang katanya
kaya akan sumber daya alam ini, kesejahteraan sepertinya masih jauh untuk
direngkuh para petani bangsa ini.
0 Komentar