lahan-subur-di-Surokonto-Wetan-hutan-perhutani-berdekatan-dengan-lahan-pertanian-warga. Foto: Tommy Apriando
Tanah merupakan sumber kehidupan yang penting bagi masyarakat petani, keberadaannya tidak sekedar untuk pemenuhan kebutuhan pangan tetapi bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat. Namun, usaha masyarakat untuk mendapatkan tanah yang legal dihadapkan dengan selembar surat keputusan kepada perusahaan negara maupun swasta. Bukti kesejarahan atas tanah yang masyarakat gunakan untuk melakukan gugatan kepada pihak yang mengambil alih tanah seringkali dikesampingkan, mereka dianggap pencuri atau merusak hutan karena tidak ada selembar kertas kepemilikan. (Rachmawati, 2018). Masyarakat Surokonto menggantungkan kehidupan sebagai seorang petani. Yang dimana petaninya sudah 50 tahun lebih merawat dan bercocok tanam ditanah tersebut, sehingga petani tersebut mengklaim bahwa tanah itu miliknya, padahal tanah itu milik PT Sumur Pitu. Dilain itu, PT Sumur Pitu tidak memberi tahukan bahwa tanah tersebut sudah milik perusahaan atau instansi lain. (perhutani) Dari pihak Sumur Pitu mereka mengklaim tanah itu miliknya dan masyarakat pun juga sama mengklaim bahwa tanah itu miliknya. Hanya saja, masyarakat tidak punya bukti ataupun label yang sah atas kepemilikan tanah tersebut. Sehingga terjadi intimidasi, kriminalisasi, perampasan lahan kepada masyarakat lokal, hingga timbul suatu konflik. (Husna, 2017)
ANALISIS KEBIJAKAN
Dalam pasal 22 UUPA dituliskan bahwa terjadinya hak atas tanah dapat dilakukan melalui pembukaan hutan yang dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat menggunakan hukum adat yang dipimpin oleh ketua adat. Dalam pasal tersebut juga berkaitan dengan permasalahan yang terjadi dalam kasus persengketaan tanah yang terjadi di Surokonto Wetan yaitu tanah yang sebenarnya masih menjadi hak milik perhutani yang digarap oleh rakyat dikarenakan tanah tersebut dianggap tidak ada yang menggarapnya. Jikalau tanah tersebut menjadi bekas hak guna usaha (hak erfpacht) dapat diberikan kepada petani harus melalui langkah-langkah berikut ini : pertama, berpegang pada UU No. 8 Darurat Tahun 1945 bahwa pemerintah melalui sejumlah kebijakan mengakui lahan yang sudah digarap oleh rakyat. Pengakuan ini berkonsekuensi berkurangnya luas perkebunan hak erfpacht yang disebutkan dalam HGU yang baru (jika terjadi pengalihan kekuasaan atas tanah) atau HGU lama yang diperpanjang. Kedua, tanah bekas hak erfpacht yang telah digarap oleh rakyat dan diakui pemerintah ini kemudian dikembalikan kepada negara dan menjadi tanah negara. Tanah negara inilah yang menjadi obyek land reform. Ketiga, petani yang menggarap tanah negara diprioritaskan sebagai subyek land reform dan keberadaannya disahkan sesuai dengan prinsip land reform yang berlaku.
STRATEGI ADVOKASI
Strategi dalam pengertian pembangunan masyarakat berkaitan dengan visi jangka panjang, membangun aliansi, pendekatan tujuan dan orientasi aksi, merencanakan prioritas, konsistensi yang logis dalam membuka elemen strategi secara bertahap, memanajemen aktifitas, dana, dan sumber daya manusia. Sebagai advokat dalam mengkaji permasalahan ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya mengenai lahan persengketaan dari berbagai pihak, mengumpulkan dan menganalisis bukti-bukti adanya tindakan ilegal dari pihak-pihak tertentu, mengajukan gugatan clash action terhadap pihak-pihak terkait dan menyertakan pasal-pasal terkait tuduhan yang diberikan, serta meminta dukungan lembaga-lembaga perlindungan (LBH,Komnas HAM).
SIKAP YANG DIAMBIL / PERNYATAAN SIKAP SEBAGAI ADVOKAT
Usaha dalam menyelesaikan suatu permasalahan seorang advokat tidak hanya melakukan pendampingan saja, tetapi juga harus memikirkan suatu strategi. Tak hanya sebuah strategi untuk menyelesaikannya adapun sikap yang harus dilakukan untuk menindaklanjuti suatu permasalahan setelah adanya sebuah strategi, sebagai seorang advokat dapat mengajukan revisi tentang UU Nomer 18 2003 tentang “pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan” sehingga tidak ada lagi kriminalisasi terhadap warga miskin ataupun petani dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang hukum hak kepemilikan tanah.
LANGKAH KONKRIT
Menindaklanjuti adanya sebuah strategi dan sikap yang harus dilakukan oleh seorang advokat adapun langkah konkrit untuk menghadapi permasalahan mengenai persengketaan tanah yang terjadi di Surokonto Wetan yaitu dengan meminta pengajuan banding dan pencabutan vonis atas korban yang terkait dan mengisi serta berpastisipasi dalam pengisian petisi secara online untuk pengajuan grasi terhadap tertuduh.
Penulis adalah peserta advokasi kelompok ular :
1. SITI MUSRIYATUL ILMIYAH
2. ISTI FANIYAH
3. LINA SAYEKTI
4. TASYA NIKEN DAMAYANTI
5. SULISTYANINGSIH
6. PUJI LESTARI
7. MAHRUNNISA AL AFDA
8. SAFIRA FAHMIYATUN NISA’
0 Komentar