Oleh: Anggara
Candra Kirana
Hari ini usiaku
bertambah.
Saya tidak
meniup lilin, tetapi meniup debu-debu ragu yang pernah menempel di keyakinanku. Saya lahir dan tumbuh sebagai perempuan di dunia yang kerap mengajarkan
kepatuhan, bukan keberanian. Dunia yang lebih sering meminta perempuan untuk
menyesuaikan diri, bukan mengambil sikap. Namun PMII mengajarkan satu hal yang terus
saja kuingat bahwa manusia (laki-laki maupun perempuan) diciptakan dengan akal,
nurani, dan tanggung jawab yang sama.
Bagi saya, PMII adalah ruang pulang tempat belajar,
salah, lalu tumbuh bersama.
Saya menulis ini bukan sebagai orang yang paling tahu,
apalagi paling benar dan pintar. Saya menulis sebagai seseorang yang sedang
belajar bertahan di tengah proses, belajar mengabdi tanpa kehilangan diri
sendiri. Perjalanan saya di PMII,
khususnya di Rayon Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang, mengajarkan satu
hal sederhana bahwa berkhidmah itu tidak selalu mudah, tapi selalu bermakna. Di
dunia sains, saya terbiasa berpikir logis, terstruktur, dan mencari kepastian.
Namun PMII memperkenalkan saya pada sisi lain kehidupan yaitu tentang manusia,
nilai, dan keberpihakan. Tentang bagaimana ilmu tidak boleh berdiri jauh dari
realitas sosial. Tentang bagaimana kepintaran seharusnya mendekatkan kita pada
kepedulian, bukan menjauhkan.
PMII tidak pernah menjanjikan kenyamanan.
Yang ditawarkan adalah proses. Proses berpikir, proses bersikap, dan proses
mendewasakan diri. Kita belajar berbicara tanpa melukai, berbeda tanpa
membenci, dan berjuang tanpa kehilangan nilai. Sebagai Ketua Rayon, saya sadar
bahwa kepemimpinan bukan tentang menjadi yang paling terlihat. Kadang justru
tentang menjadi yang paling sabar. Mendengarkan lebih banyak, dan belajar
menerima bahwa tidak semua hal bisa berjalan sesuai rencana. Kepemimpinan
adalah tentang menjaga ritme bersama, agar tidak ada yang tertinggal dalam
perjalanan.
Nilai-nilai Aswaja yang kami pegang bukan sekadar slogan.
Nilai-nilai itu hadir dalam keseharian kami, Dari sanalah saya belajar bahwa
menjadi moderat bukan berarti ragu, tetapi bijak dalam menyikapi.
Untuk teman-teman kader, terutama yang sedang berada
di fase jenuh atau mempertanyakan makna keikutsertaan di PMII, saya ingin
mengatakan bertahanlah sebentar lagi. Tidak apa merasa lelah. Tidak apa-apa
merasa bingung. Selama kita masih mau belajar dan peduli, proses itu sedang
bekerja dalam diri kita. Saya percaya, khidmah di PMII bukan tentang berapa
lama kita menjabat, tetapi tentang apa yang kita bawa setelahnya. Tentang nilai
yang tertinggal dalam diri, dan keberanian untuk tetap berpihak pada kemanusiaan.
semoga kita tetap setia pada proses, dan
tetap rendah hati dalam belajar karena pada akhirnya, PMII bukan hanya tentang
organisasi
ia adalah perjalanan pulang menuju diri yang lebih utuh.
Selamanya Tangan Terkepal dan maju ke muka
Salam pergerakan!!!
0 Komentar