Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

SELAMAT TINGGAL DUNIA GELAPKU

Oleh: Adi Setiawan

\

“Aku capek hidup kayak gini terus bu! Aku juga mau hidup normal kayak anak-anak lain seumuranku, bukan jadi cewek penghibur kayak gini!” ucap Nana.

“Lo itu anak haram! Jadi mau bagaimanapun hidup lo bakalan gelap! Terima aja gak usah banyak protes. Layani pelanggan dengan baik kalo lo mau bisa bertahan hidup!” bentak Lina kepada anaknya, Nana.                                                                                                                    

Jalanan pagi ini ramai lancar seperti biasanya. Anak-anak pergi sekolah, orang dewasa berangkat kerja dengan pakaian rapih, ada juga ojek online yang sedang menunggu orderan di tongkrongan ojol. Ibukota memang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan transportasi. Banyaknya kendaraan yang lalu lalang sebanding dengan polusi yang ditimbulkan, Itulah jakarta.

Diantara sesaknya ibukota, ada seorang siswi SMA, Nana namanya. Ia berdesakkan di dalam angkot menuju sekolahnya. Nana Memiliki paras yang cantik, kulitnya kuning langsat, dan bulu matanya yang lentik menjadi daya tarik tersendiri dirinya. Wajahnya polos tanpa make up sedikitpun, hanya bedak bayi yang dipoles tipis di wajahnya. Setiap pagi ia harus menaiki angkot ke sekolah karena jarak sekolah dan rumahnya cukup jauh untuk ditempuh dengan jalan kaki. Jika terlambat bangun sedikit saja, maka ia dipastikan akan ketinggalan angkot dan tidak akan pergi sekolah alias bolos. Oleh karena itu, ia seringkali bangun sangat pagi dan stand by menunggu angkot lewat.

“ Berhentinya di depan sekolah bang, biasa.” Ujar Nana dengan sopir angkot langganannya yaitu bang Jali.

“Oke neng, udah hafal tiap hari juga berhenti disini.” Jawab bang Jali dengan ramah.

Nana pun menyodorkan selembar uang 2000an sebelum turun dari angkot. Nana memasuki sekolah dan menyapa satpam yang berjaga di depan. Ia memang ramah dengan siapapun yang ia temui, tanpa memandang pangkat ataupun jabatan seseorang.

“Pagi Pak Muklis.” Sapa Nana dengan hangat.

“Pagi juga neng, semangat belajarnya ya!” Jawab Pak Muklis dengan senyum khasnya.

SMA Merdeka adalah tempat Nana menimba ilmu selama hampir 3 tahun belakangan. SMA ini tidak terlalu luas, hanya terdapat 15 kelas dengan masing-masing 5 kelas setiap angkatan. Kelas Nana berada di ujung deretan kelas yang ada, tepatnya di 12 IPS-B. Kelas ini dikenal dengan kelas ‘buangann’ karena berisi siswa-siswi nakal yang susah diatur dan sering membuat masalah. Padahal Nana tidak nakal dan tidak pernah membuat masalah, namun ia tak tahu kenapa dimasukkan ke dalam kelas ini.

“Woy, Na!” Teriak seorang siswi dengan badge bertuliskan Friska Agustin.

“Kenapa sih Fris pagi-pagi udah teriak aja kek ada kebakaran.” Jawab Nana.

“Yaelah, lo kek baru kenal gue aja sih. Eh tau gak? Untung hari ini gue hampir aja terlambat gara-gara lipstik gue ilang. Masa semalem gue taroh di meja eh paginya gak ada, gue curiga deh ada setan yang ngambil.”

“Apaan deh, itumah namanya lu lupa naruh bukan diambil setan!”

Friska adalah sahabat Nana sejak kelas awal masuk sekolah ini. Mereka berteman karena dihukum bareng ketika acara ospek hari pertama. Sungguh permulaan yang buruk.

Mereka menjalani sekolah seperti siswa-siswi pada umumnya, tidak aneh-aneh. Pelanggaran terberat yang dilakukan paling Cuma terlambat.

Mereka berjalan masuk ke dalam kelas, ternyata baru setengah dari jumlah siswa yang sudah berangkat, salah satunya Riko. Riko adalah salah satu murid nakal di kelas ini. Hobinya main cewek, mabuk-mabukan, dan bolos sekolah. Namun ia tetap dipertahankan di sekolah ini karena ayahnya adalah donatur tetap sekolah ini.

Saat Friska ingin duduk, tiba-tiba kursinya ditarik ke belakang sehingga ia jatuh, gubrakkk.

“Aduhhhh, Riko! Gak lucu ya becandaan lo!” omel Friska.

“Hahahaha, makanya kalo mau duduk liat-liat dulu, dicek kursinya ada apa enggak.” Tawa Riko mengejek Friska.

Riko memang sangat senang mengganggu orang lain, apalagi Friska. Ia suka kalo Friska ngomel di kelas, karena baginya hiburan paling murah adalah mengganggu orang lain.

-----

Tidak terasa jam begitu cepat berlalu, sekarang menunjukkan pukul 3 sore dan waktunya pulang sekolah. Nana bergegas keluar kelas dan menunggu angkot di depan gerbang sekolahnya. Kesehariannya tak jauh dari angkot saat berangkat maupun pulang sekolah.

Suasana jalan cucup ramai namun tidak macet sehingga Nana dapat pulang sebelum gelap. Sesampainya di rumah, Nana disambut oleh ibunya di depan rumah.

“Bagus, pulangnya gak telat. Cepet siap-siap, malam ini malam minggu kamu harus tampil maksimal biar makin banyak pelanggan yang dateng.” Ucap bu Lina.

“Bu, aku mau libur dulu boleh gak? Lagi capek banget dari kemaren pelanggannya kasar-kasar.”  Keluh Nana.

“Enak banget libur semau sendiri. Gak ada! Kalo kamu mau hidup ya harus kerja, jangan males-malesan.” Jawab bu Lina.

Tidak banyak tetangganya yang tau, bu Lina adalah seorang mucikari dalam bisnis prostitusi. Ia biasa dipanggil mamih Lina oleh anak-anak pekerjanya. Kebanyakan yang bekerja dengan Lina adalah anak remaja SMA seusia Nana. Mereka terdesak keadaan ekonomi sehingga terpaksa harus melakukan ini. Bahkan ironisnya, Nana yang merupakan anak kandungnya juga bekerja sebagai wanita penghibur. Wajah polos dan perilaku baiknya di sekolah adalah topeng ynag selama ini ia kenakan. Kehidupannya banyak dihabiskan dalam dunia malam khususnya prostitusi.

Sebelum menjadi mucikari, Lina adalah seorang wanita penghibur di masa mudanya. Ia melakukan semua ini untuk bertahan hidup di tengah kerasnya ibukota. Dari banyaknya pelanggan yang Lina layani, ada kecelakaan yang seharusnya tidak terjadi, yaitu keberadaan Nana. Nana adalah anak hasil dari hubungan Lina dengan pelanggan-pelanggannya yang entah siapa bapak kandungnya. Awalnya Lina frustasi dan ingin aborsi, namun akhirnya ia menerima keadaan dan melahirkan Nana.

Semenjak umur 14 tahun,  ia sudah diberikan kenyataan pahit oleh ibunya. Lina tidak mau menutup-nutupi terlalu lama karena mau bagaimanapun Nana harus tahu dan berdamai dengan keadaan. Di umur 15 tahun, Lina mulai memaksa Nana untuk bekerja melayani para tamu. Awalnya Nana menolak keras, namun ibunya akan melakukan kekerasan fisik jika ia melawan. Tubuhnya penuh luka membuatnya trauma, akhirnya Nana melakukan dengan terpaksa apa yang diperintah ibunya. Bu Lina banyak mendapat keuntungan karena anaknya, biasanya gadis muda diberi harga mahal oleh para tamu dan menjadi barang yang paling dicari. Tak heran jika Nana menjadi favorit di kalangan pria hidung belang.

Nana sudah muak dengan semua ini, ia ingin berhenti dan menjalani hidup normal seperti anak seumurannya. Ia juga punya mimpi untuk berkuliah agar bisa merubah nasibnya sekarang ini.

“Aku capek hidup kayak gini terus bu! Aku juga mau hidup normal kayak anak-anak lain seumuranku, bukan jadi cewek penghibur kayak gini!” ucap Nana.

“Lo itu anak haram! Jadi mau gimanapun hidup lo bakalan gelap! Terima aja gak usah banyak protes. Layani pelanggan dengan baik kalo lo mau bisa bertahan hidup!” bentak Lina kepada anaknya.

Nana pun lari masuk ke dalam kamarnya. Ia menangisi nasibnya yang tidak seberuntung anak-anak lain, mendapat kasing sayang orang tua, menikmati masa muda, dan mengembangkan minat bakatnya.

Nana tidak bisa meratapi nasibnya terlalu lama, ia harus tetap berangkat kerja malam ini, apalagi malam minggu pasti banyak pelanggan datang. Malam ini Nana berpakaian lebih menggoda dari biasanya, warna merah menjadi pilihannya. Sesampainya di tempat haram biasa ia bekerja, Nana berkumpul dengan para wanita lain di ruangan.

“Wih makin menyala aja lo Na, malam minggu full power keknya. Udah siap nglayani sampe pagi? Hahaha.” Ucap Dinda, salah satu wanita penghibur di sana.

“Iya nih, si Nana kan emang jadi anak emas, apalagi dia anaknya Mamih Lina, pasti jadi favoritlah.” Balas wanita yang lain.

Tak berapa lama, ada pengunjung datang ingin menggunakan jasa wanita disini, ia memesan pelayanan terbaik yang bisa diberikan.

“Pokoknya kasih gue cewek terbaik yang bisa Mamih sediakan, kalo memuaskan nanti gue kasih tips banyak, termasuk buat mamih.” Ucap cowok tersebut.

“Tenang aja, pelayanan disini semuanya memuaskan, tapi khusus malam ini kita kasih yang istimewa, sepertinya cocok untuk kamu yang masih muda.” Balas mamih Lina.

Mamih Lina berjalan masuk ke dalam ruangan pekerja wanita untuk memanggil seseorang. Sementara itu, pelanggan tadi diarahkan menuju kamar VIP yang disediakan.

“Nana, kamu mendapat pelanggan istimewa kali ini. Jangan kecewakan dia karena bayaran dan tipsnya besar, pelanggan VIP.” Seru Lina kepada anaknya.

Nana pun dengan berat hati menuruti keinginan ibunya. Setiap hari ia melakukan ini dengan terpaksa, namun jika ia menolak atau mengecewakan pelanggan maka dipastikan esoknya tubuhnya akan penuh luka.

Nana mulai masuk ke dalam ruangan VIP menemui pelanggan yang katanya istimewa. Terlihat cowok tersebut sedang tiduran dengan menghadap ke arah berlawanan dari Nana. Nana mendekatinya perlahan dan memanggilnya.

“Hai” Sapa Nana.

Cowok itupun berbalik badan menghadap Nana. 1 detik, 3 detik, 5 detik, mereka saling tatap tidak percaya.

“Nana!”

“Riko!”

“Lu ngapain ada disini? Jangan bilang... lo pelacur yang gue pesen?!” Ucap Riko setengah tidak percaya.

“Harusnya gue yang nanya, ngapain lo ada disini?” balas Nana.

Riko mengabsen tubuh Nana dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia menganga tidak percaya bahwa Nana yang selama ini ia kenal di sekolah sebagai cewek biasa yang polos, ternyata menjadi wanita penghibur di tempat seperti ini.

“Gila! Gak nyangka gue ternyata lo bersembunyi di balik kepolosan lo selama ini. Gak habis pikir gue na. Kalo anak-anak sekolah tahu pasti bakal viral sih hahaha. Atau mau gue bantu promosiin biar pelanggan lo banyak dan uang lo makin banyak juga?” ucap Riko dengan Nada merendahkan.

“Gak usah macem-macem ya lo! Gak usah  bilang siapapun, apalagi anak-anak di sekolah!” ancam Nana.

Riko mulai mengeluarkan ponselnya dan merekam apa yang ada di depannya. Nana dengan busana yang sangat minim dan serta dandanan yang sangat menggoda.

“Nih lihat guys, salah satu murid di sekolah kita ternyata pelacur! Kalo kalian pingin nyobain langsung aja kesini, murah kok lagi promo hahaha.”

“Ih apaan sih ko! Gak usah rekam-rekam lo!” Nana berusaha merebut HP Riko, namun Riko lebih gesit untuk menghindar. Mereka berdua kejar-kejaran di dalam ruangan VIP tersebut hingga akhirnya Riko berlari keluar dari tempat itu.

Nana takut setengah mati jika video itu sampai tersebar, identitas yang selama ini ia rahasiakan terancam terbongkar gara-gara ulah Riko yang tidak sengaja menjadi calon pelanggannya. Nana menangis, ketakutan, semua bayang-bayang kehancuran hidupnya muncul di kepalanya.

sebelum kejadian itu, padahal Nana sudah berencana untuk berhenti dari pekerjaan kotor ini, namun hari sial tidak ada di kalender. Luka yang ingin Nana sembuhkan justru sekarang menjadi semakin dalam dan berpotensi permanen jika Riko sampai menyebarkannya.

‘’

Dua hari setelahnya, tepatnya di hari senin Nana berangkat sekolah dengan lesu, semangatnya padam karena ia diselimuti rasa takut. Takut Riko akan menyebarkan semua identitas dirinya.

Nana berjalan ke dalam kelas, kemudian ia tertegun. Papan tulis penuh dengan tulisan cacian, hinaan, makian, dan sindiran yang sudah pasti ditujukan kepada dirinya. ‘ Pelacur tidak pantas sekolah disini.’ ‘Kukira cupu ternyata suhu.’ ‘Ubur-ubur ikan lele, awas di kelas ada l*nteee.’ dan kata-kata kasar lainnya.

Tak berhenti disitu, meja tempat duduknya juga dipenuhi sampah. Bungkus makanan, minuman, hingga kertas sobekan yang berisikan hinaan juga tercerai berai di sana.

“Selamat pagi Nana. Btw semalam udah ngelayanin berapa om-om nih? hahaha.” Riko mulai berbicara.

“Hari ini keknya lesu banget sih, semalem capek banget ya pasti.” Imbuh temannya yang lain

“Gue kira cewek kalem alim, ternyata jadi pemuas nafsu 0m-om hahaha.”

“kukira cupu ternyata suhu.”

“Btw sejamnya berapa Na? gue juga pengen dong. Hahaha.”

Hampir semua orang di kelas itu mencaci dan menghinanya. Kalimat yang mereka layangkan sangat tidak manusiawi. Malu, sedih, kecewa dan menyesal bercampur menjadi satu di dalam hatinya. Ia terduduk lesu, kepalanya ia benamkan ke dalam silangan tangannya di atas meja. Nana menangis, depresi.

Rasanya ia ingin menghilang dari dunia ini. Ia tak sanggup menatap muka teman-teman sekelasnya. Padahal ia berencana untuk berhenti, namun hari itu adalah hari tersialnya karena ketahuan Riko. Perjalanannya menuju masa depan yang lebih baik seperti sirna begitu saja. Luka yang selama ini ingin ia sembuhkan malah menjadi semakin besar, bahkan permanen.

Berhari-hari ia berangkat sekolah disertai dengan cacian dan hinaan dari teman-temannya. Bukan secara fisik memang, namun kata-kata yang terlontar lebih menyakitkan dari kontak fisik. Lidah lebih tajam daripada pisau.

Nana tak sanggup menahan ini semua, ia frustasi.

Hari keempat setelah kejadian itu, Nana tidak berangkat sekolah. Teman-temannya masih saja menghinanya walaupun ia tidak berangkat sekolah sekalipun. Pagi itu mamih Lina baru pulang dari pasar setelah berbelanja. Ia masuk rumah dengan membawa barang belanjaan dapur dan buah-buahan kesukaan Nana. ketika ia ingin memberikan buah kepada Nana di kamarnya, betapa terkejutnya ia melihat tubuh Nana melayang di atas dengan seutas tali melilit di lehernya. Nana bunuh diri.

Mamih Lina terkejut dan berteriak melihat kejadian tak terduga ini. Ia menemukan secarik kertas di bawah tubuh Nana yang masih menggelantung. Kertas itu berisi

‘Selamat tinggal dunia gelapku. Maaf aku tidak bisa bertahan lebih lama.’

Posting Komentar

0 Komentar