Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

BUKAN AWAL YANG BAIK

Oleh :  Adi Setiawan



Kriiiiiiinggggg, alarm berdenting tanpa aba-aba, melengking hingga ke sudut-sudut ruangan. Cahaya Mentari tak ingin kalah, ikut merangsek masuk ke dalam ruangan berukuran 4 x 4 meter tersebut. Pagi ini cerah, tapi tak cukup cerah untuk membangkitkan semangat pemuda satu ini.

“huaaaaaahhhh” lenguh seorang pemuda yang seolah tak memiliki motivasi untuk bangkit dari pulau kapuknya.

Mataku masih sayup-sayup berusaha agar dapat membuka dengan sempurna, ku singkap selimut yang memelukku selama semalaman ini. Rasanya nyaman sekali memang, mataku tanpa sadar menuju ke arah alarm yang tadi membangunkanku.

“Sial! Aku terlambat!” alarm menunjukan pukul 07.10, sedangkan jadwal kuliahku dimulai pukul 07.00! astaga, pasti aku akan digoreng Pak Yanto pagi ini. Aku pun lari sempoyongan menuju kamar mandi, jika aku mandi, aku akan terlambat lebih lama. Ah sial sepertinya aku hanya sempat gosok gigi dan cuci muka. Ritual wajibku jika kesiangan seperti ini adalah GGCM (Gosok Gigi Cuci Muka).

 Tak memakan waktu lama, 5 menit ritualku selesai. Aku pun masih setengah sadar sebenarnya, setengah nyawaku belum benar-benar Kembali ke dunia. Dengan raut muka lesu, aku memakai baju setelan andalan, celana chinos dan kemeja hitam polos. Outfit sederhana wajib bagi cowok yang anti ribet sepertiku.

 Untuk mengatasi kemungkinan bau badanku, parfum favorit ku sebar di seluruh tubuh, wanginya kopi, kesukaanku sejak kecil. Tak lupa memasangkan pin nama berserta logo Universitasku, disana namaku tertera dengan gagah, ‘Abisatya Putra Semesta, Universitas Integrasi Nusantara’

Ku lirik jam dinding di atas kamarku, sial! Aku sudah terlambat 20 menit. Aku berdoa dalam hati semoga Pak Yanto kerasukan jin baik dan aku diijinkan masuk ke kelasnya pagi ini. FYI, pak Yanto adalah juara bertahan dalam lomba Dosen Terkiller sepanjang masa. Beliau mashur dengan ketegasan dan aturan yang super ketat.

 Biasanya mahasiswa yang terlambat harus mendengar ceramahnya minimal setengah jam sampai telinga berasa panas. Jika tidak, tanpa alasan apapun mahasiswa tidak diijinkan masuk ke kelasnya.

Akupun bergegas berangkat dengan motor kesayanganku, eh tapi tunggu sebentar, “kunci motorku mana?! Oh Tuhan dimana lagi aku menyimpannya, sudah terlambat bangun, kuncinya lupa pula, kunci oh kunciii dimana engkau berada? Kur kurrrr, muncullah wahai kunci” eh inikan kunci ya bukan ayam, ah sudahlah bodoamat. Akupun menggaruk kepalaku yang tak gatal.  Pagi yang memusingkan.

Aku sudah cukup emosi pagi ini, ingin rasanya merobek bajuku sendiri sangkin kesalnya. Saat aku memegang baju,” loh, lah ini kuncinya!” ternyata benda itu terkalung indah di leherku, kenapa aku tak menyadarinya, dasar bodoh! Sumpah serapahku pada diri sendiri.

Dengan cekatan aku mengendarai sepeda motorku menuju kampus. Jika tidak terlambat, aku biasanya menikmati hiruk pikuk perjalanan di Tengah kota, tapi kali ini tidak ada waktu lagi, kutarik gas penuh dengan cepat.

‘tiiiiiingggggg’ “ woy! Ati-ati kalo baik motor!” aku hampir saja menabrak pengguna jalan yang lewat, “maaf pak, lagi buru-buru” tanpa menghiraukannya lagi, aku melanjutkan perjalanan tanpa mengurangi kecepatan.

10 menit berlalu, aku telah tiba di parkiran kampus, aku berlari menuju kelas yang ada di bagian paling belakang kampus ini. Agak jauh memang, sekitar 500meter dari gerbang pintu masuk kampus. Jam tanganku menunjukan pukul 07.30, aku sudah pasrah, kali ini aku sudah siap untuk mendengar khotbah pak Yanto selama setengah jam penuh.

Sampai di kelas. Aku terpaku, 3 detik , 5 detik, 10 detik, aku tersadar, kelasku kosong! Bagaimana bisa? Bukankah ini jadwalnya berangkat jam 7 pagi. Apakah mereka sudah pulang? Tidak! Ini baru setengah delapan, harusnya perkuliahan masih dilakukan.

Dengan sigap aku mengambil hp di saku celanaku, kubuka grup Whatsapp kelas, terdapat 8 pesan masuk di grup kelas.

“Guys, Pak Yanto lagi ada acara keluarga, jadi hari ini libur dulu” komting kelasku mengumumkan.

 “ndadak banget si?! Untung belum berangkat ke kampus.”

 “yess lanjut rebahan!”

“aku sudah sampai gerbang kampus woylah!”

“gimana sih, jadi dosen ko gak professional banget main libur seenak jidat sendiri”

“alhamdulillah rejeki anak sholeh”

“hah sholeh? Bukannya sholeh itu bapaknya Pak Yanto ya?”

“wkwkwk bener juga si”

Ada yang emosi, ada juga yang menerima karena ingin lanjut rebahan. Tapi bagiku sedikit emosi, walaupun terlambat, tapi aku sudah bersusah payah sampai disini dengan lika-liku kunci hilang, hampir nabrak orang, sampai di kelas malah libur

“ Argh! Dasar pak Yanto!” umpatku sendirian di kelas.

‘Kewajiban pengajar adalah mengajar dengan PROFESIONALITAS, bukan hanya meminta hak gaji dibayar secara TUNTAS’

Tulisku dalam papan tulis kelas. Aku tidak peduli jika ada yang membacanya, mahasiswa atau dosen sama saja bagiku. Yang membedakan hanya mereka belajar lebih dulu dibanding kami.

Tanpa menghabiskan waktu lama, aku meninggalkan kelas dan pergi sarapan di kantin. Sepanjang perjalanan di Lorong, perutku terus berbunyi. Cacing-cacing penghuninya seolah berunjuk rasa meminta segera diberi asupan pagi. Yaps sarapan.

“ Bu ijaaaaah, pesen biasa ya” aku biasa sarapan di kantin bu Ijah, makanannya enak, murah, cocok untuk kaum hemat sepertiku. Bu ijah juga akrab denganku, berawal dari aku menolongnya memasangkan gas elpiji, aku pun dulu mulai mengobrol dan mendengar cerita dari Bu Ijah. Beliau sangat ramah dan baik hati, warungnya menjadi langgananku di kampus, jika aku ingin makan maka aku hanya perlu menyebutkan “Pesen biasa ya”, beliau pasti sudah paham. Yap, nasi dan telor ceplok dengan kecap sebagai pelengkap, menu favoritku di sini.

Tak menunggu lama, pesananku datang, nasi dan telor ceplok dengan kecap diatasnya.

“Makasih Bu Ijah”. “ sama-sama mas Abi, seperti biasa masakan ibu dibuat dengan penuh cinta” rayu bu ijah sambal membentuk love dengan tangannya. Aku hanya bisa tersenyum, bu Ijah memang humoris dan suka bercanda seperti itu.

Aku pun memakannya dengan lahap. Tak sampai 10 menit, makananku sudah sirna masuk dengan sempurna ke dalam mulut yang menganga. Akhirnya cacing-cacing di perutku tak lagi berdemonstrasi menuntut pengisian energi yang diperlukan setiap pagi.

Setelah menghabiskan sarapanku, akupun memutuskan untuk pergi Kembali ke kosan karena tidak ada yang ingin aku lakukan di kampus dan hari ini ternyata libur. Aku sebenarnya masih kesal dengan Pak Yanto karena meliburkan kelas dengan sepihak. Tetapi gapapalah itung-itung bisa istirahat dan bermalas-malasan di kosan.

Aku berjalan dengan santai di koridor kampus, hingga tiba-tiba

 “brukkkk” seseorang berlari dan menabrakku. Dia menumpahkan gelas berisi kopi ke bajuku yang berwarna putih! Aku sudah geram dan siap memaki orang ini. Berani-berani dia menambah kekesalanku di hari ini.

“ kalau jalan tuh matanya dipake dong mas!” maki dia tepat di depan muka ku seloah tanpa berdosa sedikitpun.

“loh kan mbaknya yang nabrak saya, gimana sih! Liat nih baju saya jadi kotor kena tumpahan kopinya situ. Tanggung jawab nih bersihin!”

“hah? Bersihin?! Ogahh! Lagian yang salah masnya kok jalan ga liat-liat. Udahlah saya buru-buru. Bye!”

“woy! Ini bajuku gimana?!”

“cuci sendirilah, gitu aja kok repot”

“argh! Dasar cewek sialan!”

Sudah cukup emosiku pagi ini, ditambah bertemu manusia seperti dia. Ingin ku cabik-cabik rasanya.

Eh tunggu, ada Id card terjatuh di lantai. Kuambil dan kuperhatikan. Mungkin milik si cewek yang menabrakku tadi. Kubaca tulisannya

-BEM UNIVERSITAS INTEGRASI NUSANTARA, NATASHA BULAN PRAMESTI

Posting Komentar

0 Komentar