Oleh : M.Ihsan Fikri
Membicarakan tentang apa itu arti dari sebuah kehidupan, saya jadi teringat dengan ungkapan dari Emha Ainun Nadjib :
“Hakikat hidup bukanlah apa yang kita ketahui,
bukan buku-buku yang kita baca atau kalimat-kalimat yang kita pidatokan,
melainkan apa yang kita kerjakan, apa yang paling mengakar di hati, jiwa dan
inti kehidupan kita.”
Itu
lah kata motivasi yang pernah saya dengar dari dari seorang satrawan ketika
majil padhang bulan di jombang.
Ketika kita berbicara tentang apa sebenarnya hakikat dari sebuah
kehidupan, terkadang saya sempat merenungi mengapa ada nya kehidupan di dunia
ini walaupun nanti kita akan mengalami kematian. Mungkin dapat saya ambil
kesimpulan bahwa hakikat dari sebuah kehidupan adalah paradigma tentang sesuatu
apa yang kita lakukan ataupun kita kerjakan yang bisa bermanfaat bagi orang
lain maupun diri kita sendiri.
Banyak pada zaman yang sekarang ini nilai eksistensi lebih di utamakan
dari pada nilai manusiawi, banyak orang zaman sekarang itu lebih mengutamakan
eksistensi ke dunia internet dan lebih memperlihatkan sisi baiknya kepada
manusia dari pada ke sisi pencipta-Nya. Sesungguhnya kita datang kedunia ini
bukanlah atas kehendak kita,manusia datang kedunia, bukanlah atas kehendak manusia
itu sendiri, tetapi manusia datang kedunia atas kehendak Allah Swt. Tetapi
kebanyakan manusia yang difikirkan siang dan malam adalah apa mau saya,apa mau
saya,apa mau istri saya, apa mau anak saya, apa maunya golongan manusia,
sedikit manusia yang berpikir apa sebenarnya maksud Allah Swt menghantar
kedunia ini, sibuk dengan keinginannya masing-masing -masing-masing, lupa bahwa
dia datang ke dunia atas kehendak Allah. Dari mereka mungkin melupakan apa arti
dari tujuan hidup mereka, yang mana tujuan dari hidup adalah dia yang bisa
bermanfaat bagi diri nya sendiri dan juga orang lain.
Kita bergeser dari presisi posisi di garis tengah hakikat hidup, tetapi
kalau kita terlalu pasrah dengan takdir apa yang telah di berikan oleh Allah
kita tidak akan bisa menilai diri kita sendiri, dan juga kalau kita terlalu
overdosis dalam meyakini adanya Tuhan dengan taqwa dam tawakal kita, kita bisa
terperosok mengklaim suatu keadaan yang sebenarnya berada mutlak di tangan
Tuhan. Kita mengganti teknis prokes dengan taqwa, mengganti kewaspadaan hati
dan pikiran dengan protaf. Pada contohnya kita sebagai hakikat seorang insan
yang diciptakan oleh Allah kita mempunyai kedudukan yang sama di sisi-Nya baik
buruk nya kita tetap akan di nilai sama oleh-Nya.
Hakikatnya tidak ada apa-apa hidup yang hakiki, yang ada sebenarnya hanyalah Allah, selainnya adalah makhluk,yang tidak bisa
membuat apa-apa tanpa kehendak Allah ,laa haula wala quwwata illa billah, tidak
ada usaha,tidak ada kekuatan tanpa Allah Swt. Tidak ada pemilik yang hakiki
kecuali Allah Swt, kita tidak punya apa2, harta kita bukanlah milik kita, rumah
kita bukan milik kita diri kita bukan milik kita semua adalah milik Allah. Maka
kita ini harus merasa sebagai hamba Allah, sehingga segala sesuatu diatur sesuai
syariat Allah.
Sepatah kata bijak lagi yang saya ingat dari seorang Emha Ainun Nadjib
yaitu :
“Allah tidak menilai dari kegagalan atau
keberhasilan dari usaha yang kita lakukan, tetapi Allah menilai kegigihan
seperti apa yang kita lakukan untuk menyelesaikan usaha tersebut”
Ini adalah pandangan saya terhadap hakikat tentang kehidupan, saya hanya
ingin berbagi dan menyampaikan argumen saya, dan juga saya masih butuh banyak
belajar, sekian terimakasih. SALAM PERGERAKAN !!!
0 Komentar